PENGAMAT ekonomi yang juga Komisaris Utama PT Angkasa Pura II Rhenald Kasali optimistis kawasan wisata Danau Toba bakal segera menyala dalam waktu cepat. Dia mengamati totalitas perhatian pemerintah dari berbagai lini dan keseriusan melakukan terobosan percepatan.
“Hitungan saya, tiga tahun sudah bisa running,” jawab Rhenald Kasali di Bandara Silangit.
Menurutnya, pada tahap awal, langkah percepatan yang dilakukan sudah pada jalurnya, yakni membereskan infrastruktur yang selama ini jadi kendala akses menuju Toba. Perpanjangan landasan Bandara Silangit, dari 2.400 meter menjadi 2.650 meter, lalu lebar dari 30 meter ke 45 meter. Dimensi Apron menjadi 140 x 300 meter persegi, mampu menampung empat pesawat, termasuk pesawat berbadan lebar Boeing 737-500.
Perbaikan terminal penumpang, dari 500 meter persegi ke 1.706 meter persegi, parkir menjadi 5.000 meter persegi, power house menjadi 240 meter persegi. Tetapi desain semua bangunan dan ornamenya tetap menggunakan pola budaya Batak, dengan bentuk mirip segitiga sama kaki. Dominasi warna merah, hitam dan putih. “Tapi ingat, ini baru aksesibilitas ya? Atraksinya juga harus dibangun dan dirancang dengan baik,” jelas Rhenald.
Alam Danau Toba memang indah, semua orang mengakui itu. Tetapi mengandalkan keindahan danau dan panorama alam saja tidak cukup untuk menarik wisatawan. Harus lebih kreatif, melibatkan masyarakat dan unik. “Misalnya, ada unsur menanam pohon di bukit-bukit yang botak. Pengalaman di homestay penduduk, agar menangkap budaya lokal di sana. Itu jauh lebih bermakna dalam menjual pariwisata Danau Toba,” ungkap pengajar UI itu.
Soal budaya, Rhenald tidak begitu khawatir. Banyak penyanyi, pemusik, komposer, yang terlahir di tanah Batak. Mereka dikaruniai kelebihan suara yang merdu. Tarian dan kesenian lain juga cukup atraktif, dengan musik tradisional yang membuat orang bisa bergoyang. “Kesenian rakyat dan budaya turun-temurun itu harus dipelihara dan dihidupkan lagi,” ungkap Rhenald Kasali.
Rhenald juga melihat pasar domestik itu luar biasa besar. Daya beli orang Indonesia saat ini sudah makin kuat. Yang cepat menghidupkan kawasan wisata itu, ya pasar wisnus dulu. “Keluarga-keluarga muda yang sering berbicara, kita liburan mau ke mana ya? Nah, itu target market yang potensial. Apalagi kalau tiket Jakarta-Silangit PP Rp1,2 juta, itu akan sangat ideal dan terjangkau,” kata dia.
Soal homestay, Rhenald cukup concern. Dia menyebut “sharing ekonomi”, berbagai tugas bersinergi dengan stakeholder, agar cepat adaptasi masyarakat dalam hal hospitality semakin cepat. Jika mereka ramah, senyum, jujur, baik, dan bisa melayani dengan baik, maka seluruh kawasan itu akan terjaga karena secara sosial mereka sudah terlatih menjadi tuan rumah yang baik.
“Ayo masyarakat siapkan home stay, sewakan rumah, bangun home stay kecil milik sendiri, dirawat yang baik, dijaga kebersihan dan keindahan, itu akan membangkitkan pariwisata dengan sharing ekonomi. Masyarakat ikut partisipasi. Saya yakin ini akan bangkit semua dan target akan tercapai,” kata pria berkacamata itu.
Rhenald menceritakan soal Bali, 20 tahun yang silam. Masyarakat mendapatkan penghasilan yang baik dari wisatawan. Mereka justru akan menjaga agar tamu-tamu yang berwisata itu merasa nyaman, aman, tertib, dan tidak diganggu oleh preman jalanan. Coba saja sekarang, ada preman di Bali, pasti ditangkap sendiri oleh pecalang, lalu dibawa ke kantor kepolisian. Mereka sangat paham, pariwisata itu tenang, nyaman, aman, bersih, dan damai.
Menpar Arief Yahya berkali-kali mengucap terima kasih, dan memberi apresiasi yang tinggi kepada seluruh pihak yang membantu percepatan 10 top destinasi. Dari Danau Toba (Sumut), Tanjung Kelayang (Belitung), Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu dan Kota Tua (Jakarta), Borobudur (Jawa Tengah), Bromo (Jawa Timur), Mandalika (Lombok), Labuan Bajo (Komodo, NTT), Wakatobi (Sultra), dan Morotai (Maltara). “Soal Badan Otorita DPN Danau Toba, target kami Maret 2016 tuntas. Badan inilah yang selanjutnya akan melakukan terobosan deregulasi kebijakan dan koordinasi pembenahan infrastruktur,” jelas Menpar Arief Yahya.
Menurut Arief Yahya, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) juga menjadi penting untuk mempercepat pembangunan di Destinasi Pariwisata Danau Toba. Badan Otorita itu kelak memiliki wewenang otoritatif dan juga koordinatif. Wewenang otoritatif artinya melakukan pengelolaan kawasan di Destinasi Pariwisata Danau Toba seluas lebih kurang 500 Ha. Sedangkan wewenang koordinatif, Badan Otorita akan melakukan koordinasi percepatan pembangunan di dalam area seluas lebih kurang 300.000 Ha di dalam wilayah Daerah Pariwisata Nasional (DPN) Danau Toba. (*)
Discussion about this post