KALAMANTHANA, Sampit – Ini masukan dari kalangan DPRD Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Pemerintah kabupaten, sebutnya, harus memaksimalkan pungutan retribusi galian C di daerah tersebut.
“Selama ini pungutan retribusi galian C hanya dibebankan kepada kontraktor pelaksana proyek yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),” kata Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Demokrasi DPRD Kotim, Muhammad Shaleh di Sampit, Jumat (6/5/2016).
Sedangkan untuk pelaku tambang galian C yang dikelola perorangan, kelompok masyarakat dan perusahaan perkebunan sawit maupun tambang belum tersentuh dan tidak digarap dengan baik. Bahkan, dalam pandangannya, ada indikasi dibiarkan.
Shaleh mengungkapkan, seharusnya galian C yang dikelola masyarakat maupun perkebunan awit dan tambang juga diwajibkan membayar retribusi seperti yang dipungut dari pengusaha kontraktor.
“Selama ini pihak perkebunan besar sawit dan tambang dengan bebasnya memanfaatkan galian C tanpa dibebani kewajiban apa-apa,” katanya.
Penanganan tambang galian C di Kotawaringin Timur saat ini masih kurang maksimal. Padahal hal itu merupakan peluang yang cukup besar untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Akibat belum maksimalnya penanganan tambang galian C tersebut daerah sangat dirugikan, terutama dari penerimaan PAD.
Menurut Shaleh, pemerintah daerah harus secepatnya mengubah sistem pungutan tambang galian C tersebut agar PAD di sektor itu dapat lebih ditingkatkan lagi.
Ke depannya seluruh penambang, pengguna galian C baik itu pemerintahan, swasta maupun perorangan, harus diwajibkan membayar retribusi. Hanya besaran pungutan yang harus dibedakan.
“Selain harus melakukan perubahan sistem pungutan retribusi, pemerintah daerah melalui instansi terkait juga perlu melakukan penertiban terhadap kegiatan tambang galian C, sebab sebagian besar kegiatan penambangan galian C di Kotawaringin Timur tidak berizin atau ilegal,” ungkapnya. (ant/akm)
Discussion about this post