KALAMANTHANA, Sampit – Ratusan warga Desa Tanjung Jorong, Kecamatan Tualan Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, mempertanyakan hasil pengelolaan kebun plasma yang dikelola oleh Koperasi Petak Semboyan dari PT Hutan Sawit Lestari (HSL), dalam beberapa tahun terakhir.
Mereka juga menyebutkan, sampai saat ini anggota koperasi setempat, tidak mendapat hak-haknya sebagaimana mestinya. Koperasi yang menjadi perpanjangan tangan perusahaan perkebunan kelapa sawit ini diduga melakukan berbagai kecurangan, bahkan tidak transparan dalam hal pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU).
“Kami mempertanyakan hasil kebun plasma yang dikelola koperasi sejak berdiri dari tahun 2008. Jika hal ini tidak diindahkan, maka kami akan ambil alih lahan kami dan memanen buah sawit yang ada di tanah kami ini. Kami merasa dirugikan oleh Koperasi Petak Semboyan dan PT HSL ini. Kami juga telah diintimidasi serta disebut melakukan pencemaran nama baik oleh koperasi dan perusahaan ini. Nyatanya kami tidak pernah nelakukan itu. Saat wayahtuhlah ikey menduan petak danum. (Saat inilah kami mengambil lahan kami kembali-red),” kata Aldi anggota koperasi setempat.
Dia menambahkan SHU bagi anggota per triwulan sejak tahun lalu hanya dibayarkan Rp 105.000 dan yang terakhir per enam bulan dibayarkan Rp 210.000. “Ini tidak masuk akal, karena SHU sejak pertama koperasi berjalan dari Rp 350.000 dan saat ini malah menjadi Rp 105.000,” ungkapnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Diro, saat pelaksanaan potong pantan, menandakan ritual adat pemanenan buah sawit, buntut permasalahan koperasi yang tidak transparan di Tanjung Jorong itu. Dia menyebutkan bahwa persoalan ini sudah terjadi sejak lama, bahkan hal tersebut katanya merupakan pembodohan kepada warga.
Apalagi lanjutnya, sawit yang sudah dipanen, sampai saat ini tidak jelas berapa sebenarnya bagi hasil dengan warga setempat yang tidak lain adalah anggota Koperasi Petak Semboyan. Bahkan, kerja sama yang ditawarkan tidak menunjukan adanya sebuah kerjasama yang sehat. “Kita tahu kok hitung-hitungannya bepara sekali panen. Nah jika dalam dua hektare lahan dipanen maka upah dan lainnya juga tahu hitung-hitungannya, tapi nyatanya ini tidak transparan dan kita di bodoh,” pungkasnya. (raf)
Discussion about this post