KALAMANTHANA, Sampit – Sejumlah kontraktor di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, tengah galau. Karena pemangkasan APBD? Bukan. Mereka takut bernasib sama seperti Ardianur.
Ardianur, salah seorang kontraktor di Kotim, belum lama ini terseret kasus hukum, dalam kontrak pengadaan di Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kotim. Dia diduga terseret karena kesalahan yang dibuat pejabat pembuat komitmen (PPK) setempat.
Pengurus Gabungan Pengusaha Jasa Konstruksi (Gapensi) Kotim, Denny Junaidi mengatakan, dalam mengikuti lelang proyek pemerintah baik melalui website LPSE (Layanan Pengadaan Secara Electronik), para kontraktor tentu saja melaksanakannya secara professional, karena sifatnya terbuka bagi siapapun.
Bahkan, lanjutnya, kontraktor tidak memiliki akses untuk ikut campur dalam berbagai hal, termasuk harga. Hal ini karena semua sudah jelas tertera pada LPSE. “Kalau seperti ini kami merasa dihantui dalam melaksanakan pengerjaan. Karena keberadaan kami dalam pengadaan ini jelas, mengikuti jalur ikut lelang melalui website LPSE,” katanya di Sampit, Kamis (13/10/2016).
Dia juga menambahkan, sebelum proyek dimenangkan, kontraktor tidak mengenal siapa PPK dalam proyek tersebut, apalagi dalam menentukan harga. Mereka mengetahui setelah menang dan menanyakan itu ke dinas terkait, apalagi jika ada tuduhan mereka bisa ikut campur merekayasa anggaran.
Menurutnya, semua kontraktor itu melaksanakan pekerjaan secara professional. Apalagi proses tender di LPSE ini dipantau langsung oleh LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) dan itu bisa dibuka oleh siapapun melalui website LPSE.
“Tentunya kontraktor itu mengerjakan sesuai dengan kontrak. Bagaimana pelaksanaannya, cara mengatasi force majeur, human error, bagaimana terjadi addendum, semua itu jelas dalam aturan,” ungkapnya. Untuk itu dia berharap agar hal serupa tidak terulang lembali, karena kurang jelinya PPL dalam sebuah proyek. (raf)
Discussion about this post