KALAMANTHANA, Kuala Kapuas – Siapa bilang harga cabe di Kapuas, Kalimantan Tengah, meroket karena petani gagal panen? Terjadi penurunan produksi, iya. Tapi, melonjaknya harga cabe lebih karena permainan tengkulak. Lebih dari separo nilai harga cabe adalah keuntungan tengkulak dan pedagang.
Kabid Produksi Tanaman Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Kapuas, Ringkesit menyebut kenaikan harga cabe di Pasar Induk Kuala Kapuas yang disebut-sebut karena pasokan petani lokal kosong akibat gagal panen itu tidak benar.
Menurutnya, Kapuas memiliki banyak kecamatan yang merupakan sentral produksi tanaman cabe dan tidak ada yang diketahui mengalami gagal panen. “Memang karena musim hujan ada sejumlah lahan tanaman cabe terendam. Ini mengakibatkan jumlah produksi cabe berkurang, namun tidak ada yang gagal panen,” katanya.
Naiknya harga cabe belakangan terjadi akibat permainan pengepul atau tengkulak. Dimana para tengkulak yang merupakan warga Kapuas tidak masalah, mereka mengumpulkan hasil panen cabe petani dan menjual kembali ke pedagang di pasar lokal Kapuas.
Namun kondisi di lapangan, katanya, pengepul dari luar seperti Banjarmasin berani membeli cabe dengan harga yang lebih tinggi ke petani. Sehingga petani banyak yang menjual ke pengepul luar.
“Cabe yang dibeli pengepul Banjarmasin dari petani dibawa ke Banjarmasin. Kondisi banyaknya pengepul dari luar membuat pasokan lokal untuk kebutuhan pasar Kapuas kurang, akhirnya para pedagang membeli dari pengepul Banjarmasin dengan harga lebih mahal. Ini yang membuat harga cabe tinggi. Padahal cabe yang dijual pengepul Banjarmasin adalah cabe hasil panen petani Kapuas,” bebernya.
Mekanisme inilah, ujar Ringkesit, yang menyebabkan harga cabe mahal. Padahal Kapuas adalah sentral produksi cabe. Dia juga kaget kenapa harga cabe di Pasar Kapuas sampai di atas Rp100 ribu per kilogram, padahal para pengepul membeli cabai dari petani hanya seharga Rp27-30 ribu per kilogram.
“Sulitnya lagi, kondisi jarak wilayah pertanian cabe dan terbatas alat transportasi untuk mengangkut hasil panen, membuat para petani sulit menjual langsung hasil panen ke pasar Kapuas. Mereka lebih memilih praktis menjual ke pengepul yang datang ke sana. Padahal kalau bisa dibawa langsung ke pedagang di pasar, harga cabe di pedagang akan murah dan petani bisa menjual dengan harga lebih mahal langsung ke pedagang,” ungkapnya.
Ada pula dugaan lanjut Ringkesit, para pengepul sengaja menaikkan harga cabe karena mengikuti trend. “Para pengepul melihat harga cabe di mana-mana naik, akhirnya mereka diduga mengikuti trend kenaikan itu,” ucapnya. (nad)
Discussion about this post