KALAMANTHANA, Samarinda – Kasus operasi tangkap tangan (OTT) dugaan pungutan liar dan pemeresan di Terminal Peti Kemas Palaran, Samarinda, tak hanya menyita perhatian masyarakat Kalimantan Timur dan Indonesia. Dunia internasional, termasuk media asing, ikut memberi perhatian.
Salah satu media yang memberi perhatian itu adalah Channel News Asia. Mereka meluncurkan tulisan bertajuk ‘Investigasi Pungli di Pelabuhan Indonesia Kacaukan Pengiriman Batubara’. Batubara itu, tulis mereka, harusnya dikirim ke seantero Asia.
“Indonesia adalah eksportir utama batubara, menjadi penyuplai bagi kelistrikan dunia. Penghentian pengiriman batubara bisa berdampak pada kenaikan harga bahan bakar dan penjualan kelistrikan,” tulis Channel News Asia.
Mengutip Reuters, media berpengaruh di Asia itu menyampaikan pernyataan Kabid Humas Polda Kaltim, Ade Yaya Sunarya, bahwa aparat mengincar pihak-pihak yang meminta perusahaan batubara yang memanfaatkan area di sekitar Sungai Mahakam itu untuk membayar biaya ekstra untuk pengapalan.
Salah satu perusahaan batubara diminta membayar Rp3 miliar setiap bulan sebagai bayaran ilegal. “Itu sudah terjadi sejak tahun lalu,” ujar Kabid Humas Polda Kaltim seperti dilansir Channel News Asia.
Investigasi yang dilakukan kepolisian. Membuat banyak pelabuhan menentukan stafnya untuk memuat atau tidak memuat batubara, kata seorang sumber. “Luar biasa kacau. Penundaan loading sebenarnya sudah biasa, tapi (investigasi) ini menambah kacau operasi batubara,” tuturnya.
Media lain yang bermarkas di Singapura, Platts pun menulis peristiwa di Palaran itu. Mereka menulis tajuk berjuluk ‘Penundaan Pengapalan di Kaltim saat Pemerintah Indonesia Menggilas ‘Ormas’. Menurut sumber media itu, pemerintah menempatkan Koperasi Samudera Sejahtera dalam investigasi berkonsekuensi menghentikan provisi layanan ke poin Muara Berau.
Mereka pun, mengutip pengamat, memperhitungkan peristiwa ini akan berdampak pada fluktuasi harga batubara. “Ini akan butuh waktu seminggu, harga batubara bisa terdampak,” tulis Platts.
Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri bersana Polda Kalimantan Timur, menyita uang Rp61 miliar dari Koperasi Komura di Pelabuhan Peti Kemas Palalaran, Samarinda. Uang tersebut diduga kuat ada kaitannya dengan praktik pungutan liar di pelabuhan tersebut.
Kapolda Kaltim Inspektur Jenderal Polisi Safaruddin, kepada wartawan di Samarinda, Jumat (17/3/2017) menyatakan, pengungkapan dugaan praktik pungutan liar itu berdasarkan laporan masyarakat ke Bareskrim Polri.
“Ada laporan dari masyarakat ke Bareskrim Polri terkait dugaan terjadinya praktik pungutan liar di Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda. Dari laporan itulah, tim Bareskrim Mabes POlri bersama Polda Kaltim dan Polresta Samarinda melakukan penyelidikan dan diputuskan hari ini dilakukan penindakan,” ujar Safaruddin, didampingi Kasubdit I Dittipideksus Bareskrim Polri AKBP Hengki Haryadi dan Kapolresta Samarinda Kombes Reza Arief Dewanto.
Dari penindakan itu, kata Safaruddin, tim gabungan yang berjumlah 100 personel, pada Jumat pagi sekitar pukul 09. 00 Wita. menggeledah Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) di kawasan Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda. Dari penggeledahan tersebut, tim gabungan yang juga dikawal personel Brimob Polda Kaltim menyita uang Rp6,1 miliar, dua unit CPU serta sejumlah dokumen.
“Laporan yang masuk ke Bareskrim dan Polda Kaltim menyebutkan bahwa, biaya yang dikeluarkan pengguna jasa cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan di Surabaya, Jawa Timur, biaya untuk satu kontainer hanya Rp10 ribu sementara disini (Samarinda) untuk kontainer 20 feet dikenakan tarif Rp180 ribu dan yang 40 feet sebesar Rp350 ribu. Jadi, selisihnya lebih dari 180 persen,” terangnya.
“Secara sepihak mereka dengan mengatasnamakan koperasi menerapkan tarif tenaga kerja bongkar muat (TKPM) tinggi. Padahal, di Pelabuhan Peti Kemas Palaran itu sudah menggunakan mesin atau ‘crane’ tetapi mereka meminta bayaran namun tidak melakukan kegiatan buruh,” jelas Safaruddin.
Tiga tersangka sudah ditetapkan dalam kasus ini. Mereka adalah DHW yang merupakan Sekretaris Komura, NA yang manajer lapangan PDIB, dan HS yang merupakan salah seorang pimpinan PDIB. (ik)
Discussion about this post