KALAMANTHANA, Kuala Kapuas – Penyidikan kasus dugaan pungutan liar di Dinas Pendidikan Kabupaten Kapuas mulai menemukan sejumlah titik terang. Bagaimana perbuatan tersebut direncanakan dan berlangsung sudah mulai bisa dipetakan.
Tersangka SP, Kepala Bidang PAUD dan Pendidikan Masyarakat Disdik Kapuas, mengaku dirinya menyetujui pemberlakuan pungutan tersebut saat pengambilan dana Bantuan Operasional PAUD tahun anggaran 2017 tersebut.
“Dalam hal ini, kasi (kepala seksi) yang berperan adalah TI. Beliau mengusulkan agar meminta bantuan kepada lembaga-lembaga tersebut untuk proses tahapan selanjutnya karena perlu dana untuk pengadaan materai dan kertas. Untuk satu lembaga itu butuh 6 materai,” ungkap SP, Jumat (14/7/2017).
SP mengaku selaku kabid, ia yang mengetahui, sehingga dirinya setuju terhadap apa yang diusulkan oleh TI pada waktu itu.
“Tidak ada yang menginstrupsikan. Kata saya atur saja bagaimana baiknya antara panitia dan lembaga-lembaga terkait permasalahan ini,” terangnya.
SP mengatakan Plt Kepala Dinas Pendidikan tidak mengetahui permasalahan tersebut karena dirinya belum sempat menyampaikan. “Semua rincian semua laporan belum saya sampaikan karena kondisi beliau saat itu sedang sibuk,” pungkasnya.
SP sendiri merupakan oknum Disdik Kapuas ketiga yang dijadikan tersangka dari kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (11/7) lalu itu. Sehari sebelumnya polisi sudah menetapkan TI dan M sebagai tersangka.
Kaplres Kapuas AKBP Sachroni Anwar mengatakan, penetapan tersangka terhadap seseorang bukanlah perkara mudah. Harus memenuhi unsur, minimal ada dua alat bukti yang cukup.
“SP merupakan Kabid PAUD dan Dikmas di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Kapuas. Yang bersangkutan baru menjabat sebagai kabid sejak bulan Januari 2017 lalu,” terang Sachroni Anwar Kamis (13/7).
Dalam proses OTT pungli ini, polisi berhasil mengamankan barang bukti berupa Rp86 juta uang tunai, 3 kardus berkas dokumen, dan satu buah sepeda motor.
“Kepada para tersangka akan dijerat dengan pasal 12 E UU Tipikor no 31 tahun 1999 dengan ancaman minimal 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta,” beber Kapolres. (nad)
Discussion about this post