KALAMANTHANA, Muara Teweh – Rupanya reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik dan benar masih menjadi persoalan di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Bayangkan saja, nyaris setengah dari rencana APBD tahun anggaran 2018 atau sekitar Rp440,4 miliar bakal tersedot untuk belanja birokrasi (baca : pegawai) yang gemuk alias tambun. Jumlah ASN/PNS sekitar 4.800 orang.
Setidaknya hal ini tergambar, saat Bupati Barut Nadalsyah membacakan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Rancangan Prioritas Plafon dan Anggaran Sementara (PPAS) APBD Kabupaten Barut tahun anggaran 2017 di Muara Teweh, Jumat (13/10/2017).
Dalam dokumen KUA-PPAS tertera, rencana belanja daerah sebesar Rp1,082 triliun. Terdiri dari belanja tidak langsung Rp619,3 miliar dan belanja langsung Rp463,3 miliar. Dari belanja tidak langsung inilah tersedot anggaran paling besar yakni untuk belanja pegawai sebesar Rp440,4 miliar atau 44 persen dari total belanja APBD tahun anggaran 2018.
Sedangkan dari pos pendapatan, Pemkab Barut merencanakan sebesar Rp1,031 triliun. Sumbangan terbesar pendapatan berasal dari dana perimbangan senilai Rp833,9 miliar. Adapun kontribusi dari pendapatan asli daerah (PAD) diperkirakan Rp85 miliar lebih.
Menurut Nadalsyah, sebagaimana besaran pendapatan dan belanja yang diuraikan dalam KUA-PPAS, maka defisit anggaran pada APBD Kabupaten Barut tahun anggaran 2018 ditaksir mencapai Rp51,5 miliar atau sebesar 5 persen. “Saya berharap pemerintah dan DPRD dapat mempercepat proses pembahasan KUA-PPAS,” ujarnya.
Besarnya dana yang tersedot untuk belanja pegawai menjadi ironi di tengah-tengah fakta ada tenaga honorer (non ASN/PNS) di Kabupaten Barut yang hanya menerima honor per bulan dengan kisaran Rp150 ribu sampai Rp200 ribu. Diduga salah satu penyebab biaya belanja pegawai membengkak karena tunjangan daerah dinaikkan sampai 50 persen. (mki)
Discussion about this post