KALAMANTHANA, Sampit – Pengadilan Negeri Sampit menolak praperadilan yang diajukan Anang Janggai dengan kuasa hukumnya Richard William yang juga Ketua LBH Gafta sehingga seluruh bukti yang diajukan dikesampingkan.
Penolakan ini terkait dengan dengan Penetapan PN Sampit nomor: 57/Pdt.G/2016/PN Spt tanggal 2 Februari 2017 yang dikuatkan dengan Putusan Nomor: 29/PDT/2017/PT.PLK tanggal 2 Agustus 2017 bahwa dalam putusan itu menyebutkan secara formil/legalitas untuk beracara berdasarkan dengan Peraturan Pemerintah no 42 tahun 2013 tentang syarat dan pemberian bantuan hukum.
Ketua Pengadilan Negeri Sampit, Buyung Dwikora melalui Ega Saktiana, Humas Pengadilan Negeri Sampit, mengatakan minggu depan phaknya akan merilis masalah ini. “Minggu depan kita konferensi pers,” ujarnya di Sampit, Jumat (3/11/2017).
Menurut Sudirman NY, Ketua LBH Eka Hapakat, di Kalimantan Tengah hanya ada empat organisasi bantuan hukum yang telah diverifikasi dan terakreditasi sebagai pemberi bantuan hukum berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI nomor M.HH-01.HN.03.03 tahun 2016. “Keempat LBH tersebut adalah Perkumpulan Sahabat Hukum di Palangka Raya, Perkumpulan Eka Hapakat di Sampit, Perkumpulan Konsultasi dan Bantuan Hukum STIH Habaring Hurung di Sampit dan Lembaga Bantuan Hukum Barito Terbit di Barito,” katanya.
Ditanya tentang LBH Gafta yang diketuai Ricahrd William, dia mengatakan tidak mengetahui organisasi itu terdaftar di mana. Yang jelas, kalaupun terdaftar sebagai organisasi di Kemkumham untuk beracara di pengadilan harus tetap menggandeng pengacara/advokat sebagai penesahet hukum terdakwanya.
“Saya saja sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum Eka Hapakat tidak bisa beracara di pengadilan karena saya bukan advokat dan tetap harus menggandeng advokat untuk beracara, kecuali yang besifat insidentil maka melakukan permohonan kepada Ketua Pengadilan dengan melampirkan surat keterangan dari lurah/kepala desa yang menerangkan bahwa calon kuasa masih ada hubungan keluarga,” jelasnya.
Kalau dia non-advokat, hanya memberikan bantuan hukum di luar persidangan saja. Artinya, jika telah sampai ke persidangan, yang berhak melakukan pembelaan hukum hanyalah advokat.
“Hal-hal terkait pembelaan hukum seperti membuat dan menandatangani surat gugatan, jawaban, replik, duplik, daftar alat bukti, kesimpulan, dst dilarang dilakukan oleh bukan advokat,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gafta, Ricard William menyebut, Pengadilan Negeri (PN) Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), telah menyalahi aturan hukum terkait praperadilan Anang melawan Ditreskrimsus Polda Kalteng.
Menurut dia, bukti pertimbangan hukum dan amar Putusan Nomor: 29/PDT/2017/PT.PLK tanggal 2 Agustus 2017, telah menerangkan bahwa penetapan PN Sampit nomor: 57/Pdt.G/2016/PN Spt tanggal 2 Februari 2017 bertentangan dengan hukum acara (KUHAP Perdata). Karena itu batal demi hukum. Mengenai putusan akhir tanggal 27 April 2017, lanjut dia, juga tidak ada satupun bukti yang dipertimbangkan.
Oleh sebab itu, tidak ada upaya hukum banding atas putusan tersebut yang dilakukan oleh LBH Gafta. “Apa yang akan terjadi bila seandainya masyarakat yang awam hukum diperlakukan demikian. Apa ini tidak merusak hukum,” ungkap William, Rabu (1/11).
Wiliam pun mengatakan permasalahan ini sudah dilaporkan dan koordinasi dengan Irwil 2 Banwas Mahkamah Agung RI, Iswan Herwin. “Dalam hal ini Irwil segera akan menindaklanjutinya,” tegasnya. (joe).
Discussion about this post