KALAMANTHANA, Jakarta – Masih ingat Nafsiah, Direktur PT Madu Indah Sejahtera (MIS) yang sempat berniat bunuh diri karena cara pemberian izin kelapa sawit di wilayah Kutai Kartanegara semasa kepemimpinan Bupati Rita Widyasari? Pernyataannya di ruang sidang memiliki benang merah dengan kesaksian PNS Bidang Hukum Setkab Kukar, A Faizal Nur Alam Sosang.
Faizal bersaksi pada sidang dengan terdakwa Hery Sugianto Gun alias Abun, Direktur Utama PT Sawit Golden Prima di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (10/4/2018). Dia menggambarkan bagaimana permainan proses pemberian izin tersebut yang kental dengan gratifikasi. Saat itu, kawasan di Muara Kaman itu diperebutkan izinnya oleh perusahaan Abun dan Nafsiah.
SGP, begitu pengakuan Faizal, memberi uang lelah terhadap tim terpadu peninjau izin lokasi sawit. Uang tersebut ikut berpengaruh atas diberikannya izin oleh Bupati Rita Widyasari terhadap perusahaan Abun. Rita sendiri juga didakwa menerima suap sebesar Rp6 miliar dari Abun atas keluarnya izin tersebut.
Adanya praktik gratifikasi itu tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Faizal yang kemudian dibacakan Ketua Majelis Hakim, Sugiyanto. “Dari PT Sawit Golden Prima beri uang lelah ke semua anggota tim yang melakukan tinjau lapangan. Berarti kalah pastinya Madu, (karena) nggak ada yang beri uang lelang,” ucap Hakim Sugiyanto dan diamini oleh Faizal. Madu yang dimaksud adalah PT Madu Indah Sejahtera.
Dia menerangkan pada tahun 2010, ada dua perusahaan izin lahan untuk kelapa sawit pada Pemkab Kutai Kartanegara. Keduanya adalah PT Sawit Golden Prima dan PT Madu Indah Sejahtera.
Pada 27 Juni 2010, tim peninjau melakukan peninjauan lokasi setelah dilakukan rapat koordinasi terlebih dahulu oleh seluruh anggota tim peninjau yang dipimpin Anwar, Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan. Dengan menggunakan speed boat, tim dan perwakilan dari Sawit Golden Prima menuju lokasi perizinan lahan untuk keperluan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara.
Namun, hanya Sawit Golden Prima yang mengikuti peninjauan, sedangkan PT Madu Indah Sejahtera tidak ikut. PT Madu bukan tidak serta merta absen dari kegiatan tersebut. Menurut Faizal, PT Madu memang tidak diajak meninjau karena tidak memberi uang lelah.
Terlebih lagi, sebutnya, dari hasil peninjauan tersebut tim tidak mendapat anggaran dari Pemkab. Sementara biaya operasional ditanggung Sawit Golden Prima melalui anak buah Herry Sutanto Gun alias Abun, yakni Timotius dan Alex.
“Ada dapatkan uang jalan dari kantor?” tanya Hakim Sugiyanto.
“Tidak ada. Dikasih dari Alex dan Timoty,” jawab Faizal.
PT Sawit Golden Prima akhirnya mendapatkan izin dimaksud. Tapi, ada dugaan, keluarnya izin tersebut karena ada pelicin senilai Rp6 miliar yang diserahkan perusahaan milik Abun itu kepada Rita Widyasari.
Sedianya izin tersebut bermasalah lantaran lokasi perizinan PT Sawit Golden Prima, tumpang tindih dengan PT Gunung Surya dan PT Mangulai Prima Energi. Selain itu sebagian lokasi yang dimaksud telah dibebani izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam terhadap terhadap PT Kartika Kapuas.
Sebelumnya, pada persidangan 14 Maret lalu, kesaksian yang nadanya hampir sama dikemukakan Nafsiah, Direktur PT Madu Indah Sejahtera. Nafsiah bahkan sempat berniat bunuh diri karena stres dengan cara pemberian izin sawit di Kutai Kartanegara di era kepemimpinan Rita.
Nafsiah menceritakan, dirinya selaku pengusaha telah mengajukan perizinan lahan kebun sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, kepada dinas terkait di Kukar sejak 2008. Namun, hingga 2010, pengajuan izin tersebut tidak kunjung disetujui.
Dia terkejut dan kecewa berat karena Rita Widyasari justru dengan mudahnya memberikan persetujuan untuk pengajuan izin pembukaan lahan inti dan plasma yang diajukan PT Sawit Golden Prima milik Heri Susanto Gun atau Abun di lokasi yang sama.
“Hampir mau bunuh diri juga saya. Sakit. Kecewa, kenapa kok PT Abun buat langsung bisa terbit,” ujar Nafsiah.
Dia juga menceritakan, kakaknya meninggal dunia karena terus memikirkan nasibnya. Bahkan, ia mengaku menangis tiap malam setelah tahu bahwa perusahaan Abun lah yang justru mendapatkan izin perkebunan sawit tersebut.
“Saya berkorban, pak hakim. Sampai meninggal kakak saya. Karena takut saya yang meninggal juga. Karena saya tiap malam menangis setelah mendengar PT Golden yang keluar izinnya. Seenaknya. Sementara yang saya perjuangkan semuanya, kok bisa terbit PT Golden,” kata dia. (ik)
Discussion about this post