KALAMANTHANA, Muara Teweh – Selama tujuh tahun, ratusan kepala keluarga (KK) trans, termasuk 80 KK asal NTT, Pemalang, Jawa Tengah, dan warga lokal di Desa Sei Rahayu I (Km 38), Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah terus menunggu realisasi janji pemberian lahan usaha II oleh pemerintah.
80 KK tersebut merupakan trans sisipan menggantikan warga trans yang meninggalkan lokasi pemukiman trans. Wilayah trans Km 38 dibuka oleh pemerintah sejak 1992. Warga asal NTT, Pemalang, dan lokal mengisi rumah atau lokasi yang ditinggal penghuni lama sejak akhir Desember 2011.
Warga Sei Rahayu I asal NTT Felisita Andriany yang datang bersama tiga kerabatnya ke Kantor PWI Barut mengatakan, saat mereka tiba di Kabupaten Barut, pemerintah menjanjikan dalam waktu lima tahun akan mendapatkan lahan lengkap dengan sertifikat. “Kami sudah tujuh tahun di sini, tetapi lahan II belum diberikan,” ujarnya, kemarin.
Guna mempertahankan dan menyambung hidup, lanjut Felisita, para warga trans ini terpaksa menanam padi dan komoditi sayur-sayuran di lahan yang mereka sebut lahan R. Tetapi belakangan ini, atas perintah Pj Kades Sei Rahayu I Suryadi, lahan tersebut harus dikosongkan, karena akan ditanami sawit. “Kami bercocok tanam di lahan R untuk menyambung hidup, karena lahan II belum dibagikan. Kalau tanaman kami dimusnahkan dan diganti sawit, lalu kami disuruh makan apa,” kata perempuan asal Maumere, Kabupaten Sikka, NTT ini.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, Koperasi, dan UKM Kabupaten Barut Tenggara Teweng didampingi Pejabat Bidang Transmigrasi, Jalal, mengatakan, sesuai dengan Peraturan Nomor 29/2009 Pasal 3 ayat (5) setiap KK trans mendapatkan lahan pekarangan seluas 0,25 hektare (ha), lahan usaha I seluas 0,75 ha, dan lahan usaha II seluas 1 ha.
“Setelah pembinaan terhadap warga trans selama lima tahun, sejak 2017 mereka secara simbolis sudah diserahkan kepada Pemkab Barut berdasarkan SK Menteri. Lahan pekarangan dan usaha I juga sudah diukur secara lengkap oleh CV Mustafa Utama, Palangkaraya pada 2013. Datanya langsung diserahkan kepada BPN. Kita segera turunkan tim ke lapangan, sekaligus untuk menghindari anggapan seolah-olah dinas melakukan pembiaran,” tegas Tenggara.
Kenapa sertifikat belum keluar dan lahan usaha belum diserahkan? Menurut Jalal, BPN dan Dinas Nakertranskop UKM Kalteng belum menerbitkan sertifikat lahan pekarangan dan lahan usaha I, karena ada komplain dari warga lokal yang memiliki tanaman tumbuh di atas lahan tersebut. “Kami telah beberapa kali membicarakan dengan pihak terkait di provinsi, termasuk menyerahkan data lengkap tentang lahan warga trans. Keputusan ada di tangan BPN Provinsi dan Disnakertranskop UKM Provinsi,” sebut Jalal.
Mengenai lahan R, Jalal memastikan, itu bukanlah lahan yang berada dalam satu hamparan. Tetapi lahan yang merupakan kelebihan dari ukuran lahan pekarangan dan lahan usaha I, biasanya sepanjang satu sampai dengan tiga meter. Sedangkan lahan yang berada dalam satu hamparan digunakan untuk fasillitas umum, seperti lahan pemakaman, tanah kas desa, tanah untuk tempat ibadah, dan lokasi sekolah.(mel)
Discussion about this post