KALAMANTHANA, Palangka Raya – Wakil Gubernur Kalimantan Tengah, Habib Said Ismail, menyayangkan sempat terjadinya aksi penolakan dan larangan pemutaran film The Power of Love 212 di Studio 21 Palangka Raya Mal oleh Forum Masyarakat Adat Dayak (Formad) Kalimantan Tengah.
“Kita warga Kalteng punya falsafah Huma Betang. Salah satu artinya adalah saling menghargai perbedaan. Ini Cuma sekadar film, sekali lagi Cuma film romantis yang berlatar belakang suatu peristiwa,” ujar Ismail di Palangka Raya, Kamis (17/5/2018).
Sehari sebelumnya, film garapan sutradara Jastis Arimba yang renananya ditayangkan di bioskop 21 Palma, yang rencananya diputar, terkendala. Pasalnya, pengurus Formad tiba-tiba datang meminta agar manajemen membatalkan pemutaran film tersebut. Akibatnya, film ini urung dinikmati sejumlah warga Palangka Raya yang sudah memadati lokasi studio.
Menurut Ismail yang juga Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kalimantan Tengah ini, tidak ada yang salah dan tidak ada unsur radikal ataupun unsur politik di dalam film tersebut. Apalagi sudah dinyatakan layak siar oleh Lembaga Sensor Film (LSF).
“Ke depan kita ingin tidak ada lagi yang seperti ini. Kita semua ingin di Kalteng tidak ada gesekan bernuansa Sara. Kita ingin Kalteng aman damai tenteram nyaman. Menjadi bumi Pancasila sebenarnya, yang menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika dalam naungan UUD 1945 dan bingkai NKRI,” tegasnya.
Sebelumnya Ketua Formad Kalteng, Bachtiar Effendi mengatakan, alasan kenapa pihaknya menolak pemutaran film tersebut di Kalteng, untuk menjaga agar kehidupan masyarakat di dalam Huma Betang, tetap terjaga dan dipelihara dengan baik sehingga tetap kondusif.
Meskipun dirinya mengakui belum menonton secara langsung, dari penuturan salah satu anggota Formad, film tersebut tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan,karena seolah-olah ingin memutarbalikkan fakta. (tva)
Discussion about this post