KALAMANTHANA, Jakarta – Kasus dugaan suap dan gratifikasinya baru sampai tahap penuntutan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) intens menangani kasus lainnya Bupati Nonaktif Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, yakni dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Itu sebabnya, Senin (2/7/2018) ini, penyidik KPK memanggil empat orang untuk dimintai keterangannya terkait kasus ini. Keempatnya berasal dari profesi berbeda, ada yang notaris, pejabat perusahaan, hingga karyawan.
Salah satunya adalah Ni Putu Sri Sunardewi. Dia adalah seorang notaris dan pejabat pembuat akta tanah (PPAT). Selain itu ada pula Legal PT Central Lingga Perkasa Noor Haniah bersama karyawannya Doddy Chandra Bhaktinadi, serta Muljadi Budiman dari pihak swasta.
“Mereka diperiksa untuk tersangka RIW,” ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah di Jakarta, Senin (2/7/2018).
Rita dan Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus TPPU. Bersama Khairudin, Rita diduga sudah menerima gratifikasi dari sejumlah pihak dalam bentuk fee selama masa jabatanya yang dua periode memimpin Kabupaten Kutai Kartanegara.
Dalam kasus pencucian uang ini, KPK menyita sejumlah aset yang diduga milik Rita dan Khairudin. Aset tersebut antara lain tiga unit mobil, yakni Toyota Vellfire, Ford Everest, dan Toyota Land Cruiser, dua unit apartemen di Balikpapan, serta sejumlah dokumen terkait catatan transaksi keuangan dan penerimaan gratifikasi serta perizinan lokasi perkebunan kelapa sawit dan proyek di Kutai Kertanegara.
KPK menyangkakan Rita dan Khairudin melanggar Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Penetapan tersangka ini menambah deretan perkara yang mendera Rita dan Khairudin. Sebelumnya, KPK menyangkakan Rita sebagai tersangka dalam kasus suap pemberian izin lokasi untuk keperluan inti dan perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman.
Rita menjadi tersangka lantaran diduga menerima uang sebesar Rp6 miliar dari Dirut PT SGP HSG untuk menerbitkan izin tersebut. Ia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor.
Selain itu, KPK juga menyangkakan RIW bersama KHR menerima gratifikasi mencapai Rp6,975 miliar dan 775 ribu dolar AS terkait sejumlah proyek di Kutai Kertanegara. RIW dan KHR disangka melanggar Pasal 12 B UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kasus yang pertama ini, yakni suap dan gratifikasi, sudah masuk ke pengadilan. Prosesnya bahkan sudah sampai penuntutan. Jaksa KPK menuntut Rita diganjar hukuman 15 tahun. Hari ini Rita dijadwalkan menyampaikan pledoinya. (ik)
Discussion about this post