KALAMANTHANA, Palangka Raya – Angka prevalensi pernikahan dini atau perkawinan usia Anak di Kalimantan Tengah masih cukup tinggi. Data secara nasional prevalensinya mencapai 41,59 persen atau berada pada peringkat kedua, setelah Kalimantan Selatan sebesar 45 persen.
Bahkan dua kabupaten yakni Sukamara dan Lamandau, angka prevalensi pernikahan dini lebih tinggi dari provinsi, yakni sebesar 49,99 persen dan 49,57 persen.
“Menghadapi tantangan ini ,gubernur telah mengeluarkan kebijakan strategis dengan menerbitkan surat edaran yang ditujukan seluruh bupati / wali kota untuk melakukan pencegahan dan penghapusan perkawinan usia anak,”kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3APPKB) Kalteng, dr Rian Tangkudung, Rabu (23/1/2019).
Memang fokus upaya pencegahan ditujukan kepada kabupaten/kota, tetapi diberi kebebasan berinovasi melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pendewasaan usia perkawinan mulai dari kampanye, himbauan dan sosialisasi melalui semua media massa. Bahkan kabupaten/kota didorong untuk menerbitkan Perda atau Perbup/Perwali tentang perkawinan usia anak.
Selain media massa konvensional misalnya koran, spanduk, baliho atau lain sebagainya, media massa era digital juga diharapkan berperan. Disamping itu juga tokoh lini terdepan seperti para penghulu, pendeta, tokoh adat dan lainnya dapat mendukung dengan tidak memberi atau bahkan menunda pernikahan usia anak hingga minimal setelah mencapai usia 18 tahun.
“Adapun target ideal pendewasaan usia perkawinan yaitu 25 tahun pada laki-laki dan 21 tahun perempuan bisa dicapai secara bertahap pada tahun-tahun selanjutnya,”ujarnya.
Menurut Rian, Pemprov Kalteng melalui Dinas P3APPKB memang berkepentingan dalam upaya menurunkan angka prevalensi perkawinan usia anak untuk segera mewujudkan Kalteng berkah. Hal ini mengingat perkawinan yang dilakukan di usia yang belum ideal bakal memiliki resiko cukup besar.
Adapun resikonya seperti kelestarian rumah tangga yang lebih rapuh, belum siap secara ekonomi, pendidikan yang belum tuntas wajib belajar, belum siap secara fisik bagi yar perempuan untuk hamil dan melahirkan, gangguan mental psikologis, kurang gizi dan masih banyak lagi.
Sebaliknya apabila pasangan menikah pada usia yang cukup dewasa, maka resiko- resiko diatas dapat diminimalisir bahkan dihapuskan. Pasalnya keluarga yang menikah diusia ideal akan memiliki ketahanan keluarga yang baik sehingga mampu mencapai keluarga sejahtera dan mendukung tercapainya visi misi Kalteng yang semakin berkah. (tva)
Discussion about this post