KALAMANTHANA, Muara Teweh – Rencana penutupan lokalisasi dan pemberantasan prostitusi liar di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, bukan isapan jempol. Ibaratnya tinggal ketuk palu saja, karena pemkab setempat telah mengajukan Rancangan Perda Penanggulangan Prostitusi dan Perbuatan Asusila ke DPRD, Senin (28/1/2019).
Pengajuan raperda tersebut sejalan dengan program pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial RI, berupa rehabilitasi sosial dengan cara menutup semua lokalisasi di tanah air. Raperda diajukan pemerintah ke DPRD, setelah melewati serangkaian rapat dengar pendapat (RDP).
Wakil Bupati Barut, Sugianto Panala Putra, mengatakan pengajuan Raperda Penanggulangan Prostitusi dan Perbuatan Asusila merupakan upaya untuk menata perangkat hukum sebagai upaya memberikan solusi bagi setiap masalah di masyarakat, seperti prostitusi.
Sedangkan perbuatan asusila berkaitan dengan dampak negatif kerusakan moral, sosial, dan sendi-sendi kehidupan keluarga dan masyarakat. Ini terbukti dengan penyebaran penyakit HIV/AIDS serta perdagangan wanita untuk dijadikan pekerja seks komersial (PSK).
“Pengajuan Raperda Penanggulangan Prostitusi dan Perbuatan Asusila merupakan tindak lanjut dan wujud nyata dukungan Pemkab Barut terhadap hasil rakornas bidang rehabilitasi sosial, Kemensos RI. Materi raperda telah diserahkan kepada DPRD Barut,” ujar Sugianto.
Ketua DPRD Barut, Set Enus Yuneas Mebas, menyatakan pidato pengantar Raperda Penanggulangan Prostitusi dan Perbuatan Asusila segera ditindaklanjuti dengan pemandangan umum lima fraksi pendukung DPRD Barut. “Jadwalnya kita tentukan pada sidang paripurna berikut,” ucap dia.
Terkait dengan penanggulangan prostitusi, berdasarkan data yang diterima KALAMANTHANA dari Kepala Dinas Sosial PMD Barut, Eveready Noor, jumlah penghuni lokalisasi Merong 120 orang. Mereka berasal dari beberapa daerah luar Kalimantan. Dari empat kabupaten di DAS Barito, tinggal di Kabupaten Barut yang masih menunggu penutupan lokalisasi.(mel)
Discussion about this post