KALAMANTHANA, Jakarta – Anggota DPRD termasuk yang paling malas menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Termasuk anggota DPRD Kalimantan Tengah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat hanya 3 persen anggota DPRD Kalimantan Tengah yang menyerahkan LHKPN. KPK tidak menyebutkan angka persisnya. Tapi, dengan fakta DPRD Kalimantan Tengah memiliki 45 anggota, maka yang menyerahkan LHKPN antara satu sampai dua orang.
Kepatuhan anggota DPRD Kalimantan Tengah menyerahkan LHKPN masih di atas DPRD DKI Jakarta, Lampung, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara. Di empat daerah ini, bahkan tak seorang pun wakil rakyatnya yang sudah menyerahkan LHKPN.
“Bagaimana memberantas korupsi di sektor politik? Seharusnya yang memberi contoh adalah aktor-aktor politik tapi kepatuhan penyerahan LHKPN DPRD Provinsi seperti di DKI Jakarta, tidak ada satu pun yang melapor LHKPN!,” kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif.
“Harap dicatat, anggota DPRD Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara tanpa satu orang pun menyerahkan LHKPN. Jadi jangan pilih mereka lagi,” tegas Laode.
Selain empat DPRD provinsi tersebut, masih ada enam DPRD lain yang tingkat ketaatan pelaporan LHKPN-nya di bawah 4 persen. Keenamnya adalah Banten (1,9 persen), Aceh (1,3 persen), Papua Barat, Papua, Kalimantan Tengah (3 persen) dan Jawa Timur (3,23 persen).
“Jadi bagaimana mau diperbaiki tapi aktor politiknya tidak memberi contoh? Orang yang ditangkap KPK sebesar 88 persen adalah aktor politik DPR, DPRD, bupati, gubernur, sedangkan yang belum ditangkap juga tidak mau lapor LHKPN,” tambah Laode.
Syarif mendorong seluruh elit politik agar mau menindak tegas kadernya yang belum melaporkan hartanya ke KPK, khususnya legislator daerah DKI. Diharapkan, sikap tegas parpol, bisa melahirkan anggota dewan yang bersih dari praktik korupsi.
“Kita sudah bicarakan dan sampaikan dalam bentuk lisan, kita meminta kerelaannya untuk kesiapannya melaporkan LHKPN,” ungkapnya.
Ia mengaku penyerahan LHKPN hanya soal moral saja karena tidak ada sanksi bagi mereka yang enggan melapor.
“Padahal di Armenia ‘asset declaration’ (pelaporan LHKPN) dapat langsung dikenakan ‘illicit enrichment’ (peningkatan kekayaan secara tidak sah), Kita minta DPR perbaiki regulasi antikorupsi tapi masalahnya kita harus percayakan hal ini kepada mereka yang tidak patuh,” kata Laode. (ik)
Discussion about this post