KALAMANTHANA, Sampit – Wakil Ketua Komisi II DPRD Kotawaringin Timur, Jainudin Karim mengatakan saat ini warga masih didera harga tinggi gas elpiji 3 kilogram dibandindikan harga eceren tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan.
HET, sebut Jainudin di Sampit, Kamis (4/4/2019), rupanya tidak dipatuhi oleh para agen dan pengecer yang ada di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Pasalnya gas elpiji bersubsidi untuk rakyat in itu dijual di atas HET, yakni Rp30-35 ribu/pertabung.
Angka itu, tambah Jainudin, hampir dua kali lipat HET yang ditetapkan pemerintah. Pemerintah daerah menetapkan HET di setiap kecamatan bervariasi, tapi hanya pada kisaran Rp17-21 ribu. HET itu dibedakan berdasarkan jarak dan keuntungan pangkalan elpiji.
Adapun HET untuk masing-masing kecamatan yakni Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Rp17.250, Baamang Rp17.250, Kota Besi Rp17.500, Mentaya Hilir Utara Rp17.500, Kecamatan Seranau, Mentaya Hilir Selatan, Cempaga sebesar Rp18.000, Teluk Sampit, Pulau Hanaut, Cempaga Hulu, Telawang, Parenggean sebesar Rp18.250, Tualan Hulu dan Telaga Antang sebesar Rp18.500, Mentaya Hulu Rp18.750, Antang Kalang Rp 19.250, dan Bukit Santuai Rp21.250.
“Itu jelas sesuai dengan jarak ongkos kirimnya, paling mahal Rp 21.000/tabung. Namun fakta di lapangan, saat ini harga justru melampaui HET. Itu artinya pangkalan di Kotim ini tidak menghargai pemda. Padahal sudah diatur seperti itu,” tambahnya.
Dia juga mengatakan sangat disayangkan saat ini belum ada upaya menegakan hukum baik dari pihak pemerintah daerah maupun provinsi, terutama dinas terkait seperti Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Perindustrian dan Perdangan, juga dari intasi penegak hukum.
“Seharusnya HET yang sudah dikeluarkan tersebut perlu dikawal dan awasi apakah itu benar-benar diterapkan apa tidak. Sekarang kan kita sudah mengetahui kalau HET tidak diterapkan, itu artinya pihak agen gas elpiji itu perlu ditertibkan,” katanya.
Dia mengaku belum paham apakah pengecer boleh menjual ke warga dengan harga di atas HET seperti itu. Sebab, HET ini ditetapkan untuk agen saja, sementara pengecer tidak ada HET-nya.
“Ini perlu dievaluasi kembali dan para pengecer ini semestinya juga tahu diri, jangan menaruh harga terlalu tinggi. Masyarakat mau tidak mau, suka tidak suka, terpaksa beli sama pengencer karena di agen sudah habis,” pungkas Jainudin Karim. (zig)