KALAMANTHANA,Tamiang Layang – Gugatan Dedy Irawan, warga Kelurahan Ampah Kota terhadap pimpinan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Buntok, memasuki babak baru. Pengadilan Negeri Tamiang Layang mulai menyidangkan kasusnya, Rabu (9/10/2019).
Ketua PN Tamiang Layang, Maskur Hidayat, melalui Humas Helka Rerung, membenarkan gugatan perdata Dedy melalui kuasa hukumnya Wangivsy Eryanto dan kawan-kawan. Dedy menggugat pimpinan BRI Buntok, oknum karyawan Djarau Matu Ati Kala, dan seorang lainnya Ester Yulianti.
Pada sidang perdana ini, majelis hakim memeriksa semua keabsahan penggugat melalui kuasa hukumnya dan tergugat, juga dengan kuasa hukumnya. Setelah diteliti, keadiran para pihak sudah berdasarkan hukum.
“Selanjutnya masuk pada tahap mediasi. Majelis hakim telah bermusyawarah, termasuk minta pendapat masukan para pihak dan menjelaskan maksud dan tujuan mediasi,”katanya kepada wartawan.
Dijelaskannya berdasarkan kesepakaran di persidangan, majelis hakim dalam perkara ini menunjuk Beny Sumarno selaku hakim mediator dan sesuai Perma nomor 1 tahun 2016, waktu mediasi selama 30 hari dan bisa diperpanjang lagi, bila ada tanda-tanda untuk perdamaian.
“Tentunya hakim mediator akan menyampaikan kepada hakim pemeriksa untuk membuat kesimpulan, apakah lanjut atau tidak. Jadi hakim pemeriksa, tunggu hasil dari hakim mediator,” ulasnya.
Gugatan terhadap pimpinan dan karyawan BRI Cabang Buntok dilayangkan ke PN Tamiang Layang, Rabu (25/9) lalu. Dalam gugatan yang didaftarkan, bank plat merah tersebut sebagai tergugat II sebab diduga ikut serta melakukan perbuatan melawan hukum (PMH). Sebab salah seorang karyawan bernama Djarau Matu Ati Kala sebagai tergugat I karena jabatannya dan diduga atas perintah tergugat II menyalahgunakan kepercayaan penggugat berupa angsuran pembayaran dari kredit pinjaman sejak tahun 2017 yang menyebabkan kerugian materil mencapai Rp2,41 miliar.
Dalam gugatan tersebut juga tertulis nama Ester Yulianti, isteri dari tergugat I disebut sebagai tergugat III, sebab diduga turut serta menikmati hasil dari perbuatan melawan hukum.
Wangvisy menegaskan ada beberapa poin perkara terjadi dari awal kliennya melakukan pinjaman kepada BRI sesuai adendum dan perjanjian serta besaran yang ditentukan.
“Benang merahnya perkara adalah angsuran pembayaran diambil oleh tergugat I langsung ke rumah klien saya, dari setoran Rp50 juta, Rp100 juta, Rp 200 juta, Rp 150, hingga Rp200 juta. Tetapi setelah dicek ke bank setoran disampaikan tidak teregistrasi,” terangnya.
Wangivsy menegaskan, pihaknya juga menarik pimpinan BRI Buntok menjadi tergugat II karena tergugat I bekerja atas perintah atasannya.
“Perkara ini menyebabkan kerugian materil mencapai miliaran rupiah dan inmateril terhadap terancamnya klien di-blacklist pada semua perbankan yang ada di Kalteng,” tukasnya. (tin)
Discussion about this post