KALAMANTHANA, Buntok – Hari ini, Sealasa (2/3/2021) harga cabai di Kota Buntok, Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan tengah naik signifikan,tembus Rp140.000/Kg.
Harga cabai rawit Rp140.000/kg, cabai jenis tiung Rp110.000/kg dan cabai jenis Taji Rp100.000/kg.
Salah seorang pedagang sekaligus suplier sayuran di Pasar Subuh Kota Buntok,Nur Fadli,Kepada KALAMANTHANA mengutarakan, kenaikan harga cabai ini merupakan dampak dari banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel) beberapa waktu yang lalu.
Selain itu curah hujan yang tinggi juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan petani cabai di sejumlah daerah mengalami gagal panen.
“Para petani cabai kebanyakan mengalami gagal panen karena curah hujan yang tinggi sehingga pohon-pohon cabai mengalami pembusukan, seperti di kota Sampit yang juga mengalami gagal panen bahkan kami meminta suplai cabai dari Barabai Kalimantan Selatan,” ucapnya.
Selain itu ujar Nur,seperti hari biasa, jika harga cabai di kalimantan sedang mengalami kenaikan, maka pedagang akan mendatangkan suplai cabai dari pulau Jawa. Tapi untuk saat ini harga cabai di pulau Jawa sudah tergolong mahal, harga di petani sudah mncapai Rp. 95.000/kg belum lagi di tambah biaya transportasinya.Dirinya juga menyebutkan bahwa kenaikan harga cabai di prediksi akan bertahan sampai lebaran mendatang.
“Jika di hitung dari usia, ini kan sedang masa tanam, tapi gagal juga jadi perkiraan tingginya harga cabai akan bertahan hingga setelah lebaran usai dan barulah harga akan kembali normal,” imbuhnya.
Kenaikan harga cabai ini juga di keluhkan oleh sejumlah pengusaha rumah makan, mereka mengaku modal untuk membuat bumbu jadi naik berkali-kali lipat di karenakan harga cabai yang sedang melambung tinggi.
“Modal jadi berlipat ganda dan keuntungan jadi menipis, karena di warung makan saya banyak sekali menggunakan cabai untuk bahan dasar membuat sambal. Semoga saja harga-harga cepat turun. Karena saya tidak bisa menaikkan harga jual di warung saya, sehingga saya harus rela mendapat keuntungan yang lebih sedikit dari pada pelanggan saya yang berkurang,” keluh Ratna pemilik Rumah Makan (fik).
Discussion about this post