KALAMANTHANA, Muara Teweh – Sungguh ironis! Frekuensi pelayaran di Sungai Barito, wilayah Kabupaten Barito Utara kian ramai, tetapi sampai hari ini peta alur sungai untuk daerah ini belum ada.
Pelayaran di Sungai Barito semakin padat, sejak adanya eksploitasi batu bara. Angkutan batu bara dari Kabupaten Murung Raya juga melintasi alur sungai di wilayah Barito Utara. Sebelumnya hanya didominasi tongkang memuat kayu, kapal dagang, dan jenis kendaraan air lainnya.
Wilayah Kabupaten Barito Utara dibelah dua oleh Sungai Barito yang membentang dari Desa Karamuan, Kecamatan Lahei Barat sampai ke Teluk Malegoi, Kecamatan Montallat sepanjang 168 km. Rata-rata lebar sungai 250-400 meter dengan kedalaman bervariasi antara 8-18 meter pada kondisi permukaan air normal.
Ketika dikonfirmasi soal peta alur Sungai Barito di wilayah Barito Utara, Kepala Bidang Perhubungan Sungai dan Penyeberangan, Dinas Perhubungan Barito Utara, Rizalfi, Selasa (29/6/2021) petang membenarkan, daerah ini belum mempunyai peta alur sungai.
“Peta alur sungai sangat penting. Misalnya untuk mengatur kelas alur dan navigasi di kelas alur tersebut. Wewenang berada di tangan Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas II atau Syahbandar Rangga Ilung di Kabupaten Barito Selatan untuk mengajukan peta alur sungai,” jelas Rizal, sapaan akrabnya, kepada Kalamanthana.id.
Peta alur Sungajli Barito di wilayah Barito Utara diajukan oleh UPP II Rangga Ilung kepada Distrik Navigasi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Jika dilihat dari lebar sungai, Barito Utara termasuk Kelas Alur I, karena lebar sungai lebih dari 200 meter. Peta alur sungai dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan.
Sedangkan wilayah Kelas Alur II, peta alurnya dikeluarkan oleh gubernur dan Kelas Alur III, peta alut dikeluarkan oleh bupati. “Itu alasannya, sehingga kita belum punya peta alur sungai,” tambah Rizal.
Saat ini, sebut Rizal, kabupaten Barito Utara baru memiliki tiga Peraturan Bupati (Perbup) yang mengatur tentang hambatan pelayaran. Tiga wilayah yang diatur yakni Papar Pujung, Jembatan KH Hasan Basri, dan Teluk Siwak. “Kita hanya bisa berharap secepatnya ada peta alur sungai, karena tidak cukup dengan Perbup yang ada sekarang,” tukas dia.
Berdasarkan catatan media ini, insiden kecelakaan sering terjadi di Sungai Barito wilayah Barito Utara. Bahkan ada tongkang pengangkut batu bara karam dan tenggelam di Lahei.Sampai sekarang bangkai tongkang tak bisa diangkat.
Perhatian terhadap navigasi pelayaran harus serius, karena jumlah jembatan juga terus bertambah. Kini ada jembatan Jingah-Muara Teweh, selain Jembatan KH Hasan Basri.
Rencananya bakal ditambah tiga jembatan lagi yang membentang di atas Sungai Barito. Masing-masing Jembatan Sikan-Tumpung Laung, Jembatan Lemo (besok pemancangan tiang pertama), dan Jembatan Lahei.
Khusus Jembatan Sikan-Tumpung Laung sudah dua kali tiang pancang dan tiang fendernya ditabrak tongkang. Diduga ini bisa terjadi, karena salah satunya faktor navigasi sungai yang belum klir. Pada malam hari lampu yang dipasang sekitar tiang fender jembatan tersebut tak memadai.
“Perlu dipertegas, selama proyek berjalan apakah soal navigasi sekitar lokasi proyek menjadi tanggung jawab kontraktor atau pemerintah. Begitu pula soal penentuan tiang pancang dan fender bukan hanya melibatkan Dinas PU, tetapi instansi teknis lain termasuk meminta saran kapten kapal berpengalaman, pengemudi kapal air, dan pihak lain. Ini menyangkut titik pantau dan hambatan saat lima jembatan sudah jadi nanti,” kata sumber media ini dari Palangka Raya.(mel)
Discussion about this post