KALAMANTHANA, Muara Teweh – Menangani para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) pekerjaan berat. Perlu dukungan dana dan fasilitas. Sampai memasuki usia 71 tahun, Kabupaten Barito Utara belum pernah memiliki rumah singgah, baik buat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) maupun anak terlantar.
Ketika dikonfirmasi Senin (30/8) siang, Kepala Bidang Kelembagaan dan Sosial Budaya, Dinas Sosial PMD Kabupaten Barito Utara, Walter, membenarkan kondisi tersebut. “Kami sudah mengusulkan rumah singgah buat ODGJ dan mobil operasional sejak 2019, tetapi terkendala anggaran,” ujar Walter.
Walter menambahkan, penanganan PMKS membutuhkan tekad dan kesungguhan. Ada 21 item yang harus ditangani bidangnya terkait PMKS. Ini juga berpengaruh pada nomenklatur kelembagaan, karena di daerah lain Dinas Sosial berdiri sendiri, tanpa digabung.
Sekadar perbandingan, kabupaten tetangga Barito Selatan, punya rumah singgah bagi anak-anak bermasalah. Mereka dididik oleh tenaga terampil dengan melibatkan berbagai pihak, sehingga masa deoan anak tetap terjamin.
Data yang disadur Kalamanthana.id dari situs Kementerian Sosial RI, ada 21 jenis PMKS yang harus ditangani pemerintah, yakni anak balita terlantar, anak terlantar, anak yang berhadapan dengan hukum, anak jalanan, anak dengan kecatatan, anak jorban tindak kekerasan, anak yang memerlukan perlindungan khusus, lanjut usia terlantar, penyandang disabilitas,runa susila, gelandangan, pengemis, pemulung, kelompok ninoritas.
Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (BWBLP), orang dengan HIV/ AIDS, oenyalahgunaan napza, korban trefiking, korban tindak kekerasan, oekerja migran bermasalah sosial, korban bencana alam, korban bencana sosial, perempuan rawan sosial ekonomi, keluarga fakir miskin, keluarga bermasalah sosial sikologis, dan komunitas adat terpencil.
Terkait permasalahan ODGJ, sambung Walter, pihaknya pernah menitipkan ODGJ ke Polsek Teweh Tengah, karena ketiadaan fasilitas rumah singgah. Beruntung pihak kepolisian bisa memahami kondisi yang ada.
“Begitu pula kalau ada telepon dari kecamatan,dan desa soal ODGJ, kita tak bisa berbuat apa-apa. Masalah kuratif dan promotif ditangani Dinas Kesehatan, sedangkan soal rehabilitasi ditangani Dinas Sosial,” jelas Walter.
Penanganan PMKS melibatkan lintas sektoral seperti Dinas Sosial PMD, Dinas Kesehatan, Satpol PP, Dinas Dukcapil, BPJS dan dibantu aparat kepolisian.
Setelah tehabilitasi berjalan, ODGJ juga mesti dijamin dengan ketersediaan obat. Puskesmas menjadi ujung tombak. “Mereka mesti mendapatkan obat yang sama dengan obat di RSJ Kalawa Atei. Jika tidak, proses rehabilitasi gagal. Ini yang memerlukan dukungan dana dan komitmen lintas instansi,” tukas dia.
Selama tahun 2020, Dinas Sosial PMD Barito Utara merehabilitasi 25-30 ODGJ. Diperkirakan tahun ini jumlahnya kian meningkat, seiring pertambahan dan kompleksitas masalah sosial. Selain ODGJ, Bidang Kelembagaan dan Sosial Budaya juga mesti mmeperhatikan para penyandang disabilitas dan disabilitas mental.
Semuanya ini memerlukan rumah singgah demi memenuhi amanat UU nomor 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa yang menjamin setiap orang dapat hidup sejahtera lahir dan batin serta memperoleh pelayanan kesehatan dengan penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya kesehatan termasuk Upaya Kesehatan Jiwa dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Upaya Kesehatan Jiwa harus diselenggarakan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.(melkianus he)
Discussion about this post