KALAMANTHANA, Muara Teweh – Ketiadaan rumah singgah dan penanganan setengah hati, berakibat jumlah orang gila atau ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) berkeliaran dalam kota Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, kian banyak.
Penelusuran Kalamanthana.id, di antara ODGJ dalam kota Muara Teweh, tercatat nama Mis Jambew (perempuan), Mas Bro (pria), dan Doris (pria). Di luar itu, ada beberapa orang lagi, termasuk seorang pria yang datang ke sekitar Jalan Maluku, samping Pertokoan Barito Permai, meminta uang kepada seorang pedagang.
Khusus Mis Jambew berusia lanjut dan telah menderita gangguan jiwa selama puluhan tahun. Belum ada informasi, apakah wanita ini pernah diobati atau tidak.
Seorang pemilik warung di Jalan Maluku, Heni Trisnawati kepada Kalamanthana.id, Jumat (24/9/2021) siang menceritakan, saat berjualan dirinya didatangi orang gila yang meminta uang. Saat diberi Rp2 ribu, pria itu menolak, sehingga diberi uang tambahan.
“Kejadiannya Senin (20/9) sore. Bukan dia minta uang yang saya persoalkan. Tetapi di dalam lanjung milik orang gila ada parang. Itu bikin saya ketakutan,” ujar Heni.
Heni berharap pemerintah melalui instansi terkait segera menangani orang gila, karena tindakan mereka dengan senjata tajam sulit diprediksi.
Sebelumnya, Heni bahkan menyampaikan keluh-kesahnya lewat unggahan di laman Facebooknya, Rabu (22/9) lalu. Berbunyi : makin hari makin banyak orang hanyar (gila) di Tewe ni. Asa gaer jua sorang nunggu jualan olehnya membawa parang. Ada jua yang membawa besi meminta suit memaksa. Kayapa solusinya?
Saat dikonfirmasi soal ODGJ 30 Agustus 2021, Kepala Bidang Kelembagaan dan Sosial Budaya, Dinas Sosial PMD Kabupaten Barito Utara, Walter mengatakan, pihaknya sudah mengusulkan rumah singgah buat ODGJ dan mobil operasional sejak 2019, tetapi terkendala anggaran.
Terkait permasalahan ODGJ, sambung Walter, pihaknya pernah menitipkan ODGJ ke Polsek Teweh Tengah, karena ketiadaan fasilitas rumah singgah. Beruntung pihak kepolisian bisa memahami kondisi yang ada.
“Begitu pula kalau ada telepon dari kecamatan,dan desa soal ODGJ, kita tak bisa berbuat apa-apa. Masalah kuratif dan promotif ditangani Dinas Kesehatan, sedangkan soal rehabilitasi ditangani Dinas Sosial,” jelas Walter.
Penanganan PMKS melibatkan lintas sektoral seperti Dinas Sosial PMD, Dinas Kesehatan, Satpol PP, Dinas Dukcapil, BPJS dan dibantu aparat kepolisian.
Setelah rehabilitasi berjalan, ODGJ juga mesti dijamin dengan ketersediaan obat. Puskesmas menjadi ujung tombak. “Mereka mesti mendapatkan obat yang sama dengan obat di RSJ Kalawa Atei. Jika tidak, proses rehabilitasi gagal. Ini yang memerlukan dukungan dana dan komitmen lintas instansi,” tukas dia.
Selama tahun 2020, Dinas Sosial PMD Barito Utara merehabilitasi 25-30 ODGJ. Diperkirakan tahun ini jumlahnya kian meningkat, seiring pertambahan dan kompleksitas masalah sosial. Selain ODGJ, Bidang Kelembagaan dan Sosial Budaya juga mesti memperhatikan para penyandang disabilitas dan disabilitas mental.
Semuanya ini memerlukan rumah singgah demi memenuhi amanat UU nomor 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa yang menjamin setiap orang dapat hidup sejahtera lahir dan batin serta memperoleh pelayanan kesehatan dengan penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya kesehatan termasuk Upaya Kesehatan Jiwa dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Upaya Kesehatan Jiwa harus diselenggarakan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.(melkianus he)
Discussion about this post