KALAMANTHANA, Muara Teweh – Goncangan hidup terberat baru saja dialaminya. Tetapi AR (29), seorang ibu yang diduga mengalami gangguan jiwa, sehingga membunuh anaknya berusia 2 (dua) tahun 10 bulan di Barito Utara, tetap tenang, ketika diantar ke RSJ Kalawa Atei, Palangka Raya.
Ibu muda ini harus menjalani masa obersevasi selama 14 hari, sebelum Psikiater atau dokter spesialis ahli jiwa menentukan apa sebenarnya penyakit yang menimpa AR.
“Dia cukup tenang saat dibawa dari Muara Teweh, Minggu (13/2) pagi. Begitu pun saat saya pulang tadi malam, kondisinya masih tenang. Dia dijaga oleh saudara kandungnya. Dokter menetapkan masa observasi selama 14 hari,” kata Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial, Pemberdayaan Kelembagaan, dan Komunitas Adat Terpencil, Dinas Sosial PMD Kabupaten Barito Utara, Walter, kepada Kalamanthana.id, Rabu(16/2/2022) pagi.
Rombongan Dinas Sosial PMD Barito Utara, termasuk di dalamnya dua anggota keluarga pasien, satu perawat, dan seorang personil Polsek Lahei mengantarkan AR, Minggu pagi.
“Semua biaya perjalanan ditanggung oleh Dinas Sosial PMD, termasuk biaya carter kendaraan. Sedangkan untuk pengobatan gratis, karena SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) sudah diverifikasi di Kalawa Atei, ” tambah dia.
Seusai peristiwa pilu, Sabtu (12/2) sekitar pukul 08.30 WIB di Jalan Kyai Cermaguna, RT 01 Kelurahan Lahei II, Kecamatan Lahei, AR langsung dibawa ke RSUD Muara Teweh. Dia sempat dibius, supaya bisa beristirahat.
Saat di RSUD Sabtu petang, Roni adik kandung AR mengungkapkan, kondisi, kejiwaan kakaknya mulai kembali terganggu sejak setahun terakhir, sepulang dari Sulawesi Selatan.
“Keadaan semakin parah sejak seminggu terakhir ini. Kakak saya pernah diobati secara tradisional dan sempat sembuh. Tapi sekarang sakitnya kambuh lagi,”ujar dia.
Kepala Polsek Lahei, AKP Johari Fitri Casdy, saat dijumpai di RSUD, Sabtu malam membenarkan, pihaknya telah berkordinasi dengan Dinas PMD dan Dinas Kesehatan Barito Utara untuk membawa AR ke Palangka Raya guna proses observasi.“Satu personil Polsek Lahei ikut mengantar ke RSJ Kalawa Atei,” kata perwira polisi yang sebentar lagi menjabat Kabag Ops Polres Barito Selatan.
Seperti dikutip dari situs alodokter.com, Rabu siang, Observasi Status Mental adalah pemeriksaan kondisi mental pasien dimulai dari pengamatan kondisi personal pasien pada saat awal wawancara dilaksanakan.
Hal-hal yang diamati pada pemeriksaan ini, antara lain:
(1) Penampilan pasien.
Psikiater akan melakukan pengamatan mulai dari saat pasien masuk ke ruang pemeriksaan. Hal-hal yang dievaluasi dalam observasi ini seperti apakah pasien rileks atau gelisah, postur tubuh, cara berjalan, dan pakaian pasien. Dokter akan menilai apakah pakaian dan penampilan pasien secara umum sesuai dengan situasi, usia, dan jenis kelamin pasien.
(2) Sikap pasien kepada psikiater.
Seperti ekspresi wajah pada saat pemeriksaan, kontak mata pasien kepada psikiater, apakah pasien melihat ke satu titik tertentu seperti langit-langit atau lantai selama pemeriksaan, dan apakah pasien mau diajak bekerja sama selama pemeriksaan (kooperatif) atau tidak.
(3) Mood dan afek pasien.
Terutama suasana perasaan dan emosi pasien sehari-hari. Apakah pasien merasa sedih, cemas, marah, atau senang selama hari-hari biasa Afek pasien dapat dilihat dari gelagat dan raut wajah yang diekspresikan pasien ketika menjalani pemeriksaan. Kesesuaian terhadap mood bisa terlihat dari apakah saat mengaku merasa senang, pasien terlihat tersenyum, murung, atau tidak menunjukkan ekspresi sama sekali.
(4) Pola bicara.
Pola bicara dapat dilihat dari volume suara dan intonasi pasien selama wawancara, kualitas dan kuantitas pembicaraan, kecepatan berbicara, serta bagaimana pasien merespons pertanyaan wawancara, apakah pasien hanya menjawab sekadarnya atau bercerita panjang lebar.
(5) Proses berpikir.
Proses berpikir pasien dapat dievaluasi dari bagaimana pasien bercerita selama wawancara dilakukan. Hal-hal yang akan diperiksa dari proses berpikir pasien yaitu hubungan antara pembicaraan, apakah pasien sering mengganti topik pembicaraan, atau apakah pasien berbicara dengan kata-lata yang tidak lazim dan tidak bisa dimengerti. Persepsi dan daya tanggap pasien terhadap kenyataan atau apakah pasien memiliki halusinasi atau waham (delusi) juga akan diperiksa.
(6) Konten atau isi pikiran.
Pemeriksaan konten pikiran pasien dapat dilihat dari:
Orientasi pasien, terutama apakah pasien mengenal siapa dirinya, mengetahui kapan dan di mana dia berada.
Kesadaran pasien.
Kemampuan pasien dalam menulis, membaca, dan mengingat.
Kemampuan berpikir abstrak, seperti persamaan dan perbedaan antara dua benda.
Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien pada waktu wawancara.
Keinginan membunuh.
Keinginan bunuh diri.
Fobia.
Obsesi, terutama pada penderita gangguan obsesif kompulsif (OCD/ Obsessive Compulsive Disorder).
(7) Pemahaman diri sendiri (insight).
Dokter akan mengevaluasi apakah pasien memahami tingkat keparahan atau sadar akan gangguan mental yang sedang dideritanya. Sikap pasien terhadap gangguan mental yang sedang dideritanya juga akan diperiksa, termasuk sikapnya kepada petugas kesehatan yang berupaya menangani masalah kejiwaan tersebut.
(8) Pertimbangan (judgement).
Pasien akan diperiksa terkait kemampuannya menimbang suatu perkara dan membuat keputusan berdasarkan pertimbangan tersebut. Umumnya psikiater akan menilai fungsi penilaian pasien dengan membuat suatu skenario berbentuk cerita, yang akan melibatkan pasien untuk membuat suatu keputusan di dalam skenario tersebut.
(9) Impulsivitas.
Pasien akan diperiksa terkait impulsivitasnya dan kemampuan mengontrol impulsivitas tersebut. Psikiater juga akan menilai apakah pasien dapat menahan dorongan (impuls) lewat wawancara.
(10) Keandalan (reliability).
Psikiater atau psikolog akan menilai apakah pasien dapat dipercaya atau diandalkan, berdasarkan informasi yang telah diperoleh dari observasi dan wawancara yang telah dijalani.
(11) Pemeriksaan Penunjang dan Psikotes.
Jika diperlukan, pasien akan diminta untuk menjalani pemeriksaan penunjang agar dapat membantu psikiater menentukan diagnosis. Pemeriksaan penunjang ini dapat berupa pemeriksaan darah dan urine di laboratorium atau dengan pencitraan, misalnya CT scan dan MRI otak.
Selain menjalani pemeriksaan medis kejiwaan lewat wawancara dan observasi dengan psikiater, pasien juga kemungkinan akan diminta untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut yaitu psikotes. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengevaluasi lebih dalam fungsi mental dan hal spesifik terkait kejiwaan pasien, seperti tipe kepribadian, tingkat kecerdasan (IQ), dan kecerdasan emosional (EQ) pasien.(Melkianus He)
Discussion about this post