KALAMANTHANA, Muara Teweh – Sengketa lahan antara perusahaan besar sawit (PBS) PT AGU/DSN dengan masyarakat di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, kisah klise. Namun kini buntutnya, justru 2 kelompok Ormas Dayak nyaris bentrok di lapangan menjadi berita hangat.
Awalnya PT AGU bermasalah, sengketa lahan dengan Begatui dan Lawang, warga Desa Baliti, Kecamtan Gunung Timang. Permasalahan mencuat Februari lalu.
Merasa tak sanggup sendirian melawan perusahaan sawit raksasa, Begatui Cs memohon bantuan Ormas Dayak di Barito Utara.
Dari sinilah empat organisasi, yakni Gerakan Pemuda Dayak (Gerdayak), Forum Pemuda Dayak (Fordayak) , Perkimpulan Pemuda Dayak (Peperdayak), dan Pemuda Pancasila (PP) Barito Utara, turun tangan menolong warga yang lemah.
Mereka menamakan dirinya Koalisi 4 Ormas. Gerakan cepat dilakukan oleh Koalisi. Caranya dengan melarang PT AGU memanen sawit di atas lahan sengketa. Koalisi Ormas memasang spanduk larangan panen di jalan angkutan sawit.
Alasan pelarangan tersebut, karena PT AGU diminta harus lebih dahulu menyelesaikan masalah alias konflik lahan dengan Begatui Bersaudara.
Konflik terjadi sejak 2017. Begatui Cs merupakan pemegang SKT nomor 31/XII/2016 dengan luas lahan 86 hektare. Koalisi Ormas memasang spanduk larangan panen di jalan angkutan sawit.
Saat itu, figur berpengaruh di Kecamatan Gunung Timang sekaligus Ketua Gerdayak Barito Utara, Saprudin S Tingan, membenarkan, pihak koalisi melarang PT AGU/DSN memanen di Desa Baliti, Kecamatan Gunung Timang, sebelum ada penyelesaian lahan milik Begatui cs antara pihak perusahaan dengan Koalisi Ormas Barito Utara.
“Sebenarnya ini kelanjutan dari masalah lahan warga Gunung Timang yang dikuasai PT AGU pada tahun 2017. Lahan milik Begatui dimandatkan kepada Koalisi empat ormas untuk penyelesaiannya,,” kata Saprudin pada 21 Februari 2022.
Selama proses penyelesaian, pihak koalisi akan mengawal hasil panen sampai ke pabrik, lalu hasilnya akan diperhitungkan kemudian.
Saprudin menegaskan, penyelesaian masalah ini simpel. Pihak Koalisi meminta lahan tersebut sesuai aturan, yaitu 20 persen dari luasnya yang 86 ha.
Rupanya berselang sebulan, maslaah ni ibarat api dalam sekam. PT AGU kelihatannya kewalahan, sehingga menghadirkan pihak lain untuk berhadapan dengan Koalisi 4 Ormas.
Pecahla insiden pada Rabu (16/3/2022) di lahan sengketa, Desa Baliti. Dua pihak, yakni Koalisi 4 Ormas nyaris bentrok dengan Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (Batamad). Pimpinan Gerdayak dan Batamad berhadap-hadapan. Sebaliknya jajaran PT AGU duduk tenang di belakang layar, seolah tak terjadi apa-apa.
Insiden tersebut diketahui dari video yang beredar di media sosial (medsos). Dua kelompok, sama- sama beratribut Dayak hendak baku hantam di area perkebunan sawit.
Video itu pertama kali dibagikan olelh akun Facebook bernama Sanupeli di grup Facebook Tewoyan. Video itersebut mendapat like dari 78 warga net dan ramai komentar. Dari riwayat laman, terekam bahwa video itu dibagikan sebanyak 12 kali.
Dalam video berdurasi dua (2) menit satu (1) detik itu, tampak dua pimpinan ormas hendak saling serang. Beruntung ada anggota polisi yang melerai sehingga perselisihan mereda.
Dalam video tersebut terdengar pula suara seorang perpuan marah-marah, sambil menuding ormas lain membela perusahaan besar sawit. Dia meminta spanduk Koalisi 4 Ormas yang dilepas segera dipasang kembali.
“Pasang lagi spanduk kami, siapa yang melepas. Harusnya selesaikan dulu mediasi, baru melepas spanduk. Saya marah dan panas kita bela ini tanah air kita,” teriak perempuan tersebut histeris.
Ketua Gerdayak Saprudin S Tingan kepada kalamanthana.id, Kamis (17/3) membenarkan, insiden nyaris baku hantam yang melibatkan dirinya, Rabu 16 Maret 2022.
“Peristiwa kemarin, hampi perang lawan Batamad kita, syukur masih bisa aman terkendali, ” kata Saprudin kepada wartawan media ini, Kamis.
Sebelum nyaris bentrok, kronologis berawal saat Koalisi 4 Ormas menghadiri undangan mediasi di kantor PT AGU, Km 12. Namun setelah sampai di lokasi mediasi batal.
Tim Koalisi melanjutkan perjalanan ke lokasi pemasangan spanduk. Ternyata di situ spanduk sudah dicopot.
“Waktu,ditanya, mereka menjawab, kami melepas. Maka akhirnya terjadilah insiden itu. Kami sama-sama membawa senjata tajam. Tapi untung tidak terajdi apa-apa, karena dilerai oleh polisi berpakaian preman, ” tutur Saprudin.
Ada alasan Saprudin marah besar, karena spanduk Koalisi dilepas seenaknya saja. “Saya marah, kenapa 20 anggota pasukan Batamad yang dipimpin Brigadir Hertin berani meleaps spanduk. Malah menjamin pihak perusahan panen, padahal masih sengketa dan belum ada mediasi. Aneh kok mereka yang mengaku masyarakat adat justru membela perusahaan,” jelas Saprudin.
Usai insiden tersebut, berlangsung musyawarah di Pandran. Tiga poin kesepakatan berbunyi ;
Pertama, Koalisi meminta kepada PT AGU agar lahan milik Begatui dan Lawang mendapatkan hasil panen dengan pembagian 30 (warga) dan 70 (perusahaan).
Kedua, melakukan mediasi ulang di Polres Bariti Utara.
Ketiga, kesepakatan Koalisi 4 Ormas tidak melarang panen, namun meminta hasil panen dilaporkan secara tansparan kepada koalisi.
Pimpinan Batamad Hertin Kilat, dikonfirmasi Sabtu (19/3/2022) tentang pelibatan Batamad di lokasi PT AGU, tak menjawab.
General Manager PT AGU/DSN Areal Kalimantan Said Abdullah Alatas dan GM OT AGU Raju Wardana, saat dikrimi pesan, Sabtu siang, tak menjawab, ketika ditanya apakah PT AGU yang meminta Batamad untuk mengamankan lahan sengketa di Desa Baliti.
Kepala Polres Barito Utara AKBP, Gede Pase Muliadnyana ketika ditanya soal dua kelompok Ormas Dayak nyaris bentrok akibat sengket lahan di PT AGU mengatakan, masih mengecek Laporan Intelijen. “Saya cek dulu belum ada info dari intel, ” kata Gede Pasek.(MELKIANUS HE)