KALAMANTHANA, Palangka Raya – Peringatan KTT Perdamaian Dunia HWPL ke-8, diadakan secara daring dengan tema ‘Perdamaian sebagai Institusi: Sebuah Yayasan untuk Pembangunan Berkelanjutan’, 18 September 2022 yang lewat.
Acara ini diadakan di seluruh dunia termasuk Indonesia, dengan 5.000 peserta ditayangkan secara daring untuk menegaskan kembali pentingnya pembangunan berkelanjutan yang dijamin dengan melembagakan perdamaian sementara komunitas global belum mengatasi pandemi Covid- 19 dan ancaman lain yang disebabkan oleh konflik Rusia-Ukraina.
Sejak 18 September 2014 ketika KTT perdamaian diadakan untuk pertama kalinya, Heavenly Culture, World Peace, Restoration of Light (HWPL), sebuah LSM perdamaian internasional di bawah UN ECOSOC, telah menyerukan solidaritas untuk pembangunan perdamaian di tingkat global melalui kolektif aksi dengan berbagai aktor antara lain kepala negara, menteri, pembuat undang-undang, tokoh agama, pendidik, tokoh pemuda dan perempuan, serta wartawan.
KTT tahunan ini berbagi kegiatan dan pencapaian perdamaian dalam kerjasama dengan pemerintah dan masyarakat sipil di seluruh dunia setiap tahun.
Mengenai penyebab pembangunan perdamaian di tingkat global, Ketua HWPL, Man Hee Lee mengatakan, desa global telah menderita dari Covid-19 yang tidak terduga, yang telah melanda setiap negara.
Orang tidak sendirian di tengah kesulitan. “Kita hidup di desa global yang sama, dan kita adalah tetangga dan keluarga. Masing-masing dari kita adalah orang yang berkewajiban membuat dunia kita menjadi tempat tinggal yang lebih baik. Dan bukankah kita harus mewariskan dunia baik kita kepada generasi mendatang kita?,” tanya Man Hee Lee.
Baca Juga: Melalui Online, IWPG Gelar Pertemuan International Women’s Peace Group 2022
Ketua Majelis Nasional Suriname, Marinus Bee menyatakan kesediaannya untuk membangun perdamaian di tingkat legislatif. Ia menegaskan, peran parlemen dalam membangun perdamaian dan mencegah konflik sangat penting.
Marinus Bee menambahkan, bekerja sama dengan HWPL Majelis Nasional ingin membentuk kerangka kerja sama dalam mencapai pengakhiran perang dan menyebarkan budaya damai melalui kegiatan untuk meningkatkan kesadaran perdamaian dan mendorong kebijakan dan program mengenai pendidikan perdamaian.
Sementara itu, Menteri Pendidikan, Perencanaan Sumber Daya Manusia, Pelatihan Kejuruan dan Keunggulan Bangsa Dominika, Octavia Alfred menjelaskan, pendidikan perdamaian HWPL diperkenalkan ke kurikulum sekolah nasional di Dominika karena diintegrasikan ke dalam Ilmu Sosial, dan juga sebagai stand -sendiri.
Untuk alasan mengembangkan sumber pendidikan ke dalam kurikulum kewarganegaraan di negara ini, dia mengatakan bahwa kurikulum perdamaian HWPL sangat membantu dalam mengatasi tantangan. “Bukan hanya siswa, tetapi juga apa yang mereka bawa pulang ke teman, orang tua mereka, dan guru,” ujarnya.
Mahendra Das, Presiden Kuil Sri Sri Radha Madhava Mandir Filipina, memaparkan pendekatan kelembagaan untuk dialog antaragama dalam hal peran agama dalam berkontribusi pada perdamaian.
Dia menyarankan agar mengatur pertukaran internasional dan program untuk mencegah konflik berdasarkan kesalahpahaman agama dapat menjadi titik awal untuk fondasi perdamaian.
Begitu juga halnya dengan Direktur Jenderal IPYG, Chung Young Min menekankan peran pemuda sebagai pemain utama aksi internasional untuk perdamaian dengan mengatakan bahwa program pendidikan untuk 1.500 pemuda global di 59 negara diselenggarakan untuk melindungi hak-hak dasar pemuda di seluruh dunia sehingga setiap orang dapat hidup bahagia tanpa tertinggal.
Tujuan utama perdamaian sebagai institusi yang disarankan HWPL adalah untuk menenun nilai-nilai perdamaian ke dalam tatanan sosial, memungkinkan saling menghormati, harmoni, kerjasama, dan kesejahteraan bersama menjadi bagian dari institusi kita sebagai norma dan budaya setiap masyarakat, hukum domestik, dan hukum internasional.
Prinsip perdamaian tertuang dalam Deklarasi Perdamaian dan Penghentian Perang (Declaration of Peace and Cessation of War : DPCW) yang disusun dengan partisipasi pakar hukum internasional dari 15 negara dan dicanangkan oleh HWPL pada tahun 2016.
DPCW dengan 10 artikel dan 38 klausul menggarisbawahi pencegahan dan penyelesaian konflik, pengurangan persenjataan secara bertahap dan transisi ke instrumen untuk kehidupan sehari-hari, saling menghormati dan resolusi konflik kelompok agama dan etnis, dan menyebarkan budaya perdamaian.
DPCW mendesak semua aktor di komunitas global termasuk organisasi internasional, pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan kelompok sipil untuk memainkan peran masing-masing dalam melembagakan perdamaian. (srs)
Discussion about this post