KALAMANTHANA, Palangka Raya – LSM perdamaian Internasional, Heavenly Culture, World Peace, Rest, Restoration of Light (HWPL) peringati tahunan ke-7 Declaration of Peace and Cessation of War (DPCW).
Kegiatan memperingati DPCW atau Deklarasi Perdamaian dan Pengakhiran Perang tahun ini dilaksanakan di 41 negara dari Afrika, Eropa, Amerika Utara dan Asia mulai 14 sampai 19 Maret 2023.
DPCW tahun ini mengangkat tema “Perdamaian Institusional: Memperkuat Komunikasi untuk Membangun Kepercayaan”. Dengan landasan “Deklarasi Perdamaian dan Pengakhiran Perang (DPCW)” sebagai alat untuk kerja sama pembangunan perdamaian global yang komprehensif.
Sebanyak 7.000 orang di bidang politik, hukum, agama, pendidikan, media, wanita, dan pemuda, akan bergabung dalam acara tersebut dimana para peserta berbagi kasus-kasus pencegahan, mediasi, dan resolusi konflik untuk melembagakan perdamaian sebagai budaya dan norma universal.
Ketua Hukum Internasional, University of Dhaka, Prof. Dr. Md Nazrul Islam, menjelaskan, deklarasi terdiri dari 10 artikel dan 38 klausul, bertujuan untuk mengembalikan semangat yang menjadi dasar berdirinya PBB dan untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan dengan mempromosikan nilai-nilai universal komunitas global.
Selain itu, DPCW mewujudkan prinsip dan langkah-langkah untuk mencegah dan menyelesaikan konflik serta memelihara masyarakat internasional yang damai.
Baca Juga: Peringati DPCW ke-7, HWPL Gelar Peace Walk di Palangka Raya
“DPCW ini berisi pesan pengakhiran perang, perdamaian antar bangsa dan masyarakat, hubungan persahabatan, kemakmuran, kebahagiaan. Pesan tersebut sangat sederhana sehingga semua orang dapat berempati dengan pesan ini.” kata Nazrul Islam, yang pernah menyusun draft DPCW.
Dalam acara tersebut disusun rencana tindakan untuk mengadvokasi perdamaian di Ukraina. Sejumlah peserta dari lebih dari 100 negara menulis “Surat Perdamaian” untuk mengecam invasi Rusia ke Ukraina sebagai pelanggaran hukum internasional dan menuntut Presiden Rusia, Putin menarik semua pasukan dari wilayah Ukraina.
“Generasi masa depan Rusia akan mengingat Anda dan perang ini sebagai sejarah memalukan yang tak terhapuskan, dan Anda akan ditinggalkan dalam sejarah sebagai orang yang telah mengorbankan nyawa tak berdosa yang tak terhitung jumlahnya,” isi surat tersebut.
Surat-surat ini akan dikumpulkan dan dikirim ke Ukraina, di mana sebuah monumen perdamaian akan didirikan.

Ketua HWPL, Lee Man-hee dalam pidatonya menekankan, perdamaian tidak dapat dicapai sendirian. Jika setiap orang dapat hidup bersama sebagai satu kesatuan, tidak akan ada perang atau konflik.
Seperti kata pepatah sebut Lee Man-hee, kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, perang akan hilang hanya jika ada cinta kasih satu sama lain.
Hukum internasional saat ini tidak dapat mencegah perang. Rusia, anggota tetap Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengobarkan perang.
DPCW diperkenalkan untuk memperbarui hukum internasional yang tidak berlaku untuk meniadakan perang. Sekarang waktunya untuk mewujudkan perdamaian.
Perdamaian harus dimulai dari rumah tangga. Sama seperti orang belajar ketika mereka harus menciptakan (sesuatu), perdamaian harus diajarkan dari rumah tangga dan sekolah untuk menciptakan perdamaian.
“Jika hati manusia berubah, dunia yang lebih baik akan tercipta. Mari kita semua di seluruh dunia menjadi pembawa pesan perdamaian,” ujar Lee Man-hee.
Dalam presentasi laporan kemajuannya, Ketua Konfederasi Pengacara India, Pravin Parekh mempresentasikan kegiatan utama dalam mengatasi pemutusan dan ketidakpercayaan serta kemajuan untuk mewujudkan pengenalan DPCW ke PBB.
“HWPL telah memperkuat kepercayaan dan komunikasi dengan pemuda, wanita, dan masyarakat sipil di seluruh dunia dalam solidaritas melalui kegiatan seperti Proyek Perdamaian Legislatif, Kantor WARP, dan Pendidikan Perdamaian,” kata dia.
Sedangkan Wakil Presiden Yeorae Order of Korean Buddhism, Ven. Myeong An menekankan perlunya dialog antar tokoh agama untuk meningkatkan toleransi dan pengertian.
“Saat ini, banyak konflik, penganiayaan, dan konflik antar agama terjadi di seluruh dunia. Itu dikarenakan intoleransi dan kurangnya komunikasi. Namun, bagaimana jika banyak umat beragama berpartisipasi dalam acara diskusi kitab suci? Hanya masalah waktu sebelum dunia damai datang.” Bebernya. (srs)
Discussion about this post