KALAMANTHANA, Palangka Raya – Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng, Bambang Irawan, menyampaikan kritik keras terhadap lemahnya pengawasan dan ketidakteraturan dalam aktivitas pertambangan, khususnya tambang rakyat dan tambang ilegal yang marak terjadi di sejumlah wilayah provinsi itu.
Bambang menyinggung insiden kecelakaan tambang emas tradisional yang menewaskan empat warga di Desa Marapit, Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, pada 29 April 2025. Kecelakaan tersebut diduga terjadi di lokasi pertambangan yang tidak memenuhi standar keselamatan kerja dan tidak memiliki legalitas yang jelas.
“Peristiwa tragis di Kapuas Tengah menunjukkan betapa rendahnya kepedulian terhadap keselamatan kerja dan tata kelola tambang yang baik. Aktivitas pertambangan tanpa izin dan tanpa standar keselamatan harus dihentikan,” tegas Bambang, Kamis (8/5/2025).
Karena itu dia mendorong agar dilakukan penataan ulang Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagai solusi jangka panjang dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat lokal yang menggantungkan hidup dari kegiatan tambang emas tradisional, sekaligus menjamin keselamatan kerja dan keberlanjutan lingkungan.
Menurut Bambang, penetapan WPR secara komprehensif akan mengurangi potensi konflik sosial serta meminimalkan praktik eksploitasi sumber daya secara ilegal. Ia juga menekankan bahwa penyusunan kebijakan tambang tidak bisa hanya melibatkan pemerintah, tetapi harus dibangun atas dasar kolaborasi antara eksekutif, legislatif, dan masyarakat.
“Perusahaan besar yang bergerak di sektor tambang juga tidak boleh berlindung di balik status investasi untuk menghindari tanggung jawab sosial dan lingkungan. Kami akan mendorong penguatan regulasi agar tidak ada lagi praktik yang membahayakan nyawa masyarakat,” tambahnya.
Bambang menilai bahwa pendekatan represif terhadap masyarakat kecil bukan solusi. “Sebaliknya, pemerintah perlu memprioritaskan edukasi, pemberdayaan, dan pendampingan hukum terhadap para penambang tradisional,” pungkasnya. (to)
Discussion about this post