KALAMANTHANA, Palangka Raya – Sikap intoleran merupakan sebuah indikasi kuat mengarah pada terbangunnya sikap radikalisme yang mengarah pada terorisme.
Hal itu bisa terjadi di semua tempat, termasuk lingkungan kerja. Penyebabnya berbagai persoalan, termasuk ideologi dalam tata kelola pekerjaan di lingkungan kantor itu sendiri.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Tengah Prof Khairil Anwar, M.Pdi mengungkapkan, dalam upaya mencegah sikap intoleran di lingkungan kerja ada beberapa langkah yang bisa diambil.
Pertama, membangun budaya kerja inklusif dan toleran. Kedua adakan pelatihan moderasi beragama dan wawasan kebangsaan dan terakhir, laporkan aktivitas mencurigakan melalui saluran resmi.
“Intoleran bisa tumbuh di lingkungan kerja. Itu yang perlu kita waspadai dan cegah,” tegas Khairil dalam Kegiatan Sosialisasi Pencegahan dan Penanggulangan Ektrimisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme bagi ASN Provinsi Kalimantan Tengah, Ballroom Hotel Best Western, Selasa, 24 Juni 2025.
Mencegah munculnya intoleran, jelas Khairil, aparatur sipil negara (ASN), guru, dan tokoh agama mempunyai peran penting. ASN sebagai panutan publik. Guru sebagai agen pencerah nilai-nilai kebangsaan.
Tokoh agama sebagai penjaga moral etika umat. Upaya itu bisa dilakukan dengan penguatan pendidikan karakter dan agama moderat di lembaga pendidikan.
Kemudian, lanjutnya, membangun ketahanan keluarga dan komunitas serta kolaborasi tokoh masyarakat, ormas, maupun aparat.
Selain itu, memperkuat paham kebangsaan ketuhanan yang maha esa; kemanusiaan yang adil dan beradab; persatuan Indonesia; kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permysawaratan perwakilan; keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Intoleransi merupakan pikiran dan pandangan yang tidak menghargai, menghormati, berempati, dan bersimpati kepada orang yang berbeda,” ungkap Khairil.
Sikap itu, kata Khairil, bisa muncul dengan ciri suka mengkafirkan, anti-Pancasila, dan anti-NKRI. Menunjukkan ketidaksukaan atau kebencian kepada orang lain yang berbeda. Mengklaim kebenaran hanya dimiliki oleh dirinya sedangkan orang lain salah. Membatasi kebebasan orang lain.
Menurutnya, intoleransi, radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme dapat muncul di lingkungan kerja dan di masyarakat. Karenanya, kesadaran kolektif (pemerintah, organisasi, dan masyarakat) dalam pencegahan menjadi prioritas utama. Karena kondisi tersebut, bisa menjadi ancaman serius bagi keamanan dan stabilitas masyarakat.*
Discussion about this post