KALAMANTHANA – Palangka Raya – Gubernur Kalteng Agustiar Sabran menegaskan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak bisa hanya bertumpu pada langkah penindakan semata.
Menurutnya, penindakan harus berjalan seiring dengan strategi pencegahan yang sistematis, terstruktur, dan menyentuh akar permasalahan.
Dalam berbagai kesempatan, Gubernur kerap menyampaikan pentingnya membangun tata kelola pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada pelayanan publik.
Ia menilai bahwa pencegahan korupsi harus dimulai sejak dini, melalui edukasi, pengawasan internal yang ketat, serta penerapan sistem digital yang meminimalkan celah penyimpangan.
“Kita ingin membangun pemerintahan yang jujur, yang tidak hanya bebas dari praktik korupsi, tapi juga melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan,” tegas Agustiar.
Gubernur juga secara konsisten mendorong penguatan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.
Komitmen ini diwujudkan melalui berbagai langkah strategis yang mengedepankan prinsip keterbukaan serta akuntabilitas dalam setiap proses pemerintahan.
Tidak hanya itu, Gubernur juga mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk media dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), untuk turut serta mengawasi jalannya pemerintahan.
“Partisipasi masyarakat sangat penting dalam mencegah penyalahgunaan wewenang,” tegasnya.
Hasil survei kuantitatif yang dilakukan Litbang Kompas pada 7–13 April 2025 menunjukkan tingkat kepuasan publik yang tinggi terhadap kinerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam menangani kasus korupsi.
Sebanyak 73,6 persen responden mengaku puas terhadap langkah pemerintah dalam isu tersebut.
Survei yang melibatkan 1.200 responden dari 38 provinsi itu merinci bahwa dari total yang puas, 63,7 persen menyatakan puas dan 9,9 persen sangat puas.
Sementara itu, 22,4 persen responden menyatakan tidak puas, 1,1 persen sangat tidak puas, dan 2,9 persen menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.
Hasil survei juga menunjukkan pergeseran kanal informasi masyarakat terkait isu korupsi. Sebanyak 48,8 persen responden—yang mayoritas berasal dari generasi Z dan Y—mengaku memperoleh informasi korupsi dari media sosial.
Diikuti oleh televisi (41,7 persen) dan media daring (14,2 persen). Fakta ini mempertegas dominasi platform digital dalam menyebarkan informasi politik dan hukum di tengah masyarakat.
Adapun kasus korupsi yang paling dikenal publik adalah kasus bahan bakar minyak (BBM) oplosan, dengan tingkat pengenalan mencapai 85,7 persen. Diikuti oleh kasus minyak goreng (74,9 persen), kasus logam mulia (35,4 persen), dan kasus korupsi di bank daerah (26,9 persen).
Mayoritas masyarakat juga menyatakan keyakinannya terhadap kemampuan pemerintah dalam menuntaskan berbagai kasus korupsi tersebut.
Sebanyak 72,9 persen responden yakin kasus minyak goreng dapat diselesaikan, sementara 72,8 persen yakin kasus BBM oplosan bisa dituntaskan. Sedangkan untuk kasus logam mulia dan bank daerah, tingkat keyakinan publik mencapai masing-masing 63,4 persen dan 62,5 persen.
Temuan ini menjadi indikasi positif atas persepsi publik terhadap keseriusan pemerintahan Prabowo-Gibran dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. (sly)
Discussion about this post