KALAMANTHANA, Sampit – Rencana Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, menutup tiga lokalisasi, menguak sejumlah noda hitam. Apa itu? Pada sebagian lokalisasi, lahan yang menjadi aset pemda itu terancam jadi bancakan.
Di Lokalisasi Pasit Putih, misalnya, tak sedikit lahan yang terancam dikuasai warga yang merasa sudah lama menempati kawasan tersebut. Padahal, lahan tersebut merupakan aset Pemkab Kotim.
“Lahan itu aset pemerintah daerah. Saat ini ada indikasi ada warga yang ingin menguasai itu. Makanya perlu kejelasan bahwa lokasi itu masuk aset mana,” kata Camat Mentawa Baru Ketapang, Ahmad Sarwo Oboi di Sampit.
Lokalisasi Pasir Putih terletak di Km 12 Jalan Jenderal Sudirman Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Lokalisasi ini merupakan yang terbesar di Kotawaringin Timur, dibanding dua lokalisasi lainnya.
Berdasarkan hasil pendataan Dinas Sosial bersama Satuan Polisi Pamong Praja, saat ini di lokalisasi Pasir Putih terdapat 53 karaoke, 190 orang pekerja seks komersial dan 4 operator yang berasal dari 35 daerah. Kawasan itu menyerupai perumahan dengan bangunan yang cukup padat.
Oboi mengaku terus berkoordinasi dengan pihak kelurahan setempat. Ada beberapa warga yang hendak membuat surat keterangan kepemilikan tanah, namun ditolak karena tanah tersebut merupakan aset pemerintah daerah.
“Perlu ditelusuri karena informasinya dulu sudah ada yang sempat membuat surat tanahnya. Ini harus menjadi perhatian. Jangan sampai nanti setelah lokalisasi ini kita tutup, aset daerah di sana juga ikut hilang,” ujar Oboi.
Menanggapi itu, Kepala Bidang Aset Daerah Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kotawaringin Timur, Suhartono membenarkan, lahan seluas 10 hektare di lokalisasi Pasir Putih merupakan aset pemerintah daerah.
Berdasarkan surat ketetapan lokasi melalui keputusan bupati, aset itu di bawah pengelolaan Dinas Sosial. “Lokalisasi Pasir Putih itu dulunya pemindahan dari lokalisasi di Km 3,5 Jalan HM Arsyad. Saat ini beberapa di antaranya memiliki surat tanah. Hasil koordinasi dengan lurah, surat itu sudah terbit pada sebelumnya,” kata Suhartono.
Suhartono mengingatkan bahwa lahan itu milik pemerintah daerah sehingga tidak boleh dimiliki warga. Selain lahan, ada gedung bangunan di lokalisasi itu yang di bawah pengelolaan Dinas Sosial untuk pembinaan warga.
“Warga yang sudah tinggal di situ dapat memilikinya dengan cara dihibahkan, jika disetujui DPRD. Aset tidak akan kita serahkan kepada siapapun kecuali ada kesepakatan kuasa pengguna anggaran dan DPRD,” tegas Suhartono.
Sementara itu, Dinas Sosial menyatakan akan kembali meneliti masalah klaim lahan lokalisasi tersebut. Jika ada permasalahan maka akan disampaikan supaya dicarikan solusinya. (ant/akm)
Discussion about this post