KALAMANTHANA, Palangka Raya – Kisah dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di RSUD Muara Teweh kian ramai. Saling bantah terjadi di ruang sidang Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Rabu (9/8/2017).
Tiga anggota DPRD Barito Utara saat kasus ini terjadi, yakni pada 2012, dihadirkan sebagai saksi. Mereka adalah Wakil Ketua DPRD saat itu Harianur dan dua anggota DPRD Tajeri serta Lister Gobet.
Persoalan yang diperdebatkan adalah menyangkut adanya jatah 10 persen dari nilai kontrak untuk anggota DPRD tersebut. Sofiansyah, Direktur PT Duta Medika Sari Utama, pemenang lelang, menuding Tajeri, Harianur, dan Lister Gober, meminta uang jatah proyek.
Sofiansyah yang jadi terdakwa, mengatakan ada aliran dana sebesar Rp300 juta ke unsur pimpinan DPRD Barut periode 2009-2014. Uang itu merupakan fee agar proyek pengadaan alkes senilai Rp5 miliar ini digolkan.
Terdakwa bahkan menyebut ada bukti CCTV yang menunjukkan Tajeri mengantarnya ke Bank BRI Muara Teweh untuk mengambil uang jatah 10 persen dari nilai kontrak itu.
Tajeri, kini Ketua Komisi A DPRD Barut, membantahnya. Dia bahkan menantang Sofiansyah. “Bawa saja rekaman CCTV sebagai bukti. Kalau tidak terbukti, nanti bisa kami tuntut pencemaran nama baik,” tegasnya.
Tajeri, Harianur dan Gobet senada membantah tudingan Sofiansyah tentang perundingan di ruangan Wakil Ketua DPRD Barut untuk meminta jatah 10 persen dari dana proyek.
Kedatangannya ke RSUD juga hanya memantau situasi dan bukan bertemu Direktur RSUD Muara Teweh, Frederik R Manginte untuk membahas proyek. Tajeri juga membantah pernah mengantar Sofiansyah mengambil uang di Bank BRI lalu menerima uang di dalam mobil.
Bantahan serupa juga dilontarkan Harianur. Dia mengaku tak mengetahui adanya fee tersebut, apalagi ikut menerimanya. “Saya tak pernah menerima dan tak pernah tahu,” katanya.
Soal pembahasan anggaran untuk pengadaan alkes, Harianur mengaku tidak ada perubahan. Nilai anggaran yang disahkan DPRD sama dengan yang diajukan eksekutif. “Pembahasannya normal-normal saja,” katanya.
Kasus dugaan korupsi ini terkait pengadaan alkes pada RSUD Muara Teweh tahun 2012. Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalteng menyatakan ada kerugian keuangan negara mencapai Rp1,628 miliar.
Kerugian berasal dari selisih realisasi pembayaran nilai pekerjaan karena pemberian diskon dari distributor sehingga PT DMSU mendapat keuntungan 43,6 persen. Keuntungan yang dianggap wajar adalah maksimal 15 persen tidak termasuk pajak.
Mantan Direktur RSUD Muara Teweh Frederik Reinsya Manginte mendapat bagian Rp300 juta, PPTK Herry Reonardo disebut-sebut mendapat cek senilai Rp93 juta. Sedangkan DPRD Barut diduga mendapat jatah 10 persen dari nilai proyek. (dni)
Discussion about this post