KALAMANTHANA, Muara Teweh – Saat harga berbagai bahan kebutuhan merangkak naik, warga Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara (Barut), Kalimantan Tengah, harus merogoh kocek lebih dalam lagi. Pasalnya, harga elpiji (LPG) bersubsidi ukuran 3 (tiga) Kg menembus Rp50.000 per tabung.
Kenaikan gila-gilaan harga gas melon terjadi pada bulan Ramadhan 1443 H. Warga hanya bisa mengeluh, karena semua pihak terkait tampak tak berdaya menghadapi fakta tersebut. Siapa sebenarnya yang bermain dan paling diuntungkan dengan harga seperti itu?
“Sepengetahuan saya harga gas ditingkat agen sudah diatur. Lalu turun ke pangkalan dan pengecer. Tetapi kenyataan saat ini harganya mencapai Rp50.000 per tabung. Ke mana larinya uang subsidi, karena harga gas justru makin mahal,” kata Sisi, seorang ibu rumah tangga di Kelurahan Melayu kepada Kalamanthana.id, Jumat (22/4/2022).
Baca Juga: Terima Surat Kejaksaan Barito Utara, Begini Tanggapan 3 Tersangka Proyek Peremajaan Sawit
Hal senada diungkapkan warga bernama Fauzi bahwa harga gas 3 kg mencapai Rp50.000 per tabung. “Jelas rakyat kecil menjerit, karena harga gas melambung. Kalau di ibu kota Kabupaten mahal begini, bagaimana di wilayah pedalaman, ” kata Fauzi kepada wartawan, Rabu (20/4).
Fauzi menambahkan, harga elpiji 3 Kg bervariasi, mulai dari Rp48.000 sampai Rp50.000 per tabung. Tetapi kecenderungannya, harga sellau naik setiap minggu, karena pengecer beralasan telah membeli dengan harga lebih mahal.
Warga mengharapkan Pemkab dan aparat keamanan turun tangan. Termasuk mengecek semua pangkalan, agen, dan pengecer, guna menghindari penyelewengan gas bersubsidi.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan dan Pasar (Disperindagsar) Kabupaten Barut, Hajranoor, saat dihubungi melalui Kepala Bidang Perdagangan Juni Rantetampang, mengatakan, saat ini di Muara Teweh harga elpiji 3 Kg berkisar Rp42.000 sampai Rp45.000 per tabung.
“Kalau untuk kecamatan lain memang benar bisa mencapai Rp50.000 per tabung. Tapi semua memang menjual di atas HET (harga eceran tertinggi). Kami sudah menyurati seluruh kecamatan untuk ikut memantau harga bahan kebutuhan pokok di daerahnya, ” jelas Juni.
Baca Juga: Emak-emak Pengutil Lintas Provinsi Gondol Susu, Komestik dan Pakaian Dalam Wanita
Penelusuran media ini, Kamis dan Jumat, di Barut ada tiga agen dan sekitar 70 pangkalan gas. Jumlah tersebut relatif cukup asalkan distribusi gas bersubsidi tak diselewengkan.
Masalah muncul, saat distribusi dari pangkalan ke masyarakat atau konsumen, diduga ada pihak ketiga yang terlibat, sehingga harga gas subsidi justru membengkak. Dari pihak ketiga gas turun ke pengecer-pengecer, lalu ke konsumen.
Pihak ketiga ini semacam mafia dan memiliki jaringan kuat, sehingga sulit disentuh. Kaki tangannya diberbagai tempat. Pihak ketiga inilah yang menikmati harga subsidi selaku mata rantai penjualan, bukan rakyat sebagai konsumen.(MELKIANUS HE)
Discussion about this post