KALAMANTHANA, Jakarta – Presiden Jokowi sudah menetapkan 10 Destinasi Prioritas di pariwisata. Ide membangun 10 Bali Baru itu pun diterjemahkan Menpar Arief Yahya dengan mencari jawaban atas pertanyaan kenapa dan bagaimana. Jawabannya: harus ada percepatan untuk mewujudkan gagasan besar presiden tersebut.
Pertama, harus ada Badan Otorita. Itu mutlak. Badan Otorita inilah yang akan mengatur dari tataran konsep sampai teknis, memberi arah, mendesain kawasan, mengeluarkan izin, dan menjaga agar kawasan Toba tetap konsisten seperti yang diimpikan.
“Badan Otorita itu merupakan perwujudan dari prinsip single destination, single management,” jelas Menpar, Arief Yahya di Jakarta.
Mengapa selama ini Toba tidak semakin moncer? Tidak sehebat dan segaung nama besarnya, tidak sepopuler legendanya, dan tidak seatraktif keindahan alamnya? Ibarat perusahaan, maka danau yang berada di Sumatera Utara ini dipimpin oleh tujuh orang Chief Executive Officer (CEO). Ke-7 CEO itu tidak kompak, tidak saling akur, tidak solid, bahkan cenderung saling jegal satu dengan yang lain.
“Dari potret problem itu saja saya pastikan, sampai 50 tahun ke depan pun tidak akan berhasil. Dan terbukti, dari waktu ke waktu, jumlah wisman Sumatera Utara dengan ikon Danau Toba terus menurun. Karena itu soal manajemen destinasi ini menjadi critical success factor. Satu persoalan ini jika diselesaikan cepat, akan menjadi pintu bagi penyelesaian masalah lain yang membelit Toba,” kata penulis buku bertema marketing dan manajemen “Paradox Marketing” dan “Great Spirit Grand Strategy” itu.
Arief Yahya meyakini, Danau Toba itu legendaris. Di balik air danau yang tenang itu, menyimpan sejuta cerita, dari yang mistik sampai ilmu geologi yang ilmiah. Dua-duanya punya daya pikat yang luar biasa, dan akan menjadi story line yang sangat kuat sebagai atraksi. “Jadi, soal atraksi, Danau Toba tidak perlu diragukan lagi,” ungkap Arief Yahya, lulusan Teknik Elektro Telekomunikasi, Institut Teknologi Bandung (IBB) 1986, Master of Science Telematics, University of Surrey, UK, 1994 Ilmu Ekonomi – Manajemen Bisnis, Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, 2014 itu.
Karena itu, biarlah Badan Otorita nanti yang akan mengurus sampai hal-hal yang paling detail. Pola single management ini sebenarnya bukan cara baru, juga bukan temuan baru. Benchmarking dari banyak pengelola kawasan geopark pariwisata yang sukses di seluruh dunia, juga menggunakan konsep ini. CEO harus satu orang dan berkuasa penuh, tidak boleh diintervensi oleh siapapun, apalagi kepala daerah yang selama ini saling berseberang.
Arief mencontohkan Yellow Stone National Park, kaldera terbesar di benua Amerika yang pertama kali dijadikan objek wisata taman nasional di dunia. Daya tariknya adalah grand canyon of Yellowstone dan Grand Prismatic Spring. Tahun 2014, jumlah wisman yang masuk ke sana, 3 juta orang. Event terbesar adalah sepeda atau cycling tour. “Manajemennya satu, yakni United States National Park Service. Hanya satu saja!” tegas Arief Yahya yang pernah dinobatkan sebagai The Most Inspirational CEO, Mens Obsession Award 2014, 2014 The Best Green CEO Majalah Warta Ekonomi 2014, The Best CEO 2014 Indonesia Leadership Award SWA itu.
Dia juga mencontohkan Danau Ontario, Kanada, yang di tahun yang sama di tahun yang sama dikunjungi oleh 2,6 juta wisman. Atraksinya Niagara Falls. Even yang popular di sana adalah Lake Ontario Fishing Competitions and Events “Manajemennya juga tunggal, yakni Central Lake Ontario Conservation Authority. Di dalam ororitas itu berisi Ministry of Natural Resources, Province of Ontario, The Regional Municipality of Durham and locak Municipalities., tetapi berada dalam satu Badan Otoritas,” ungkapnya.
Maka, untuk mengawali semua itu, harus dilakukan dari manajemen destinasinya. Siapa yang bertanggung jawab? Siapa yang dipercaya? Siapa yang diberi kewenangan? Yang tidak bisa diutak-atik dan diintervensi oleh siapapun? “Dari sinilah kita memulai,” jelasnya. (*)