KALAMANTHANA, Pontianak – Kepala Unit Pelayanan Primer, Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Singkawang, Dwi Santoso mengatakan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini sudah merupakan ketetapan pemerintah.
“Bukan berarti pemerintah mau memberatkan masyarakatnya. Pemerintah juga sudah ada sumbangsih dalam hal alokasi APBN tahun 2016 untuk mengantisipasi kekurangan dari iuran yang telah ditetapkan,” katanya.
Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, pihaknya telah menggelar konferensi pers bersama awak media, mengenai sosialisasi Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang dilakukan Rabu (16/4).
Menurut dia, adanya perubahan/kenaikan iuran itu sudah barang tentu akan mengundang pro dan kontra di masyarakat.
“Pro dan kontra sudah pasti ada. Terutama kepada warga yang kurang mampu. Tapi ini ‘kan program gotong-royong. Yang sehat membayar yang sakit. Namun, di dalam Perpres juga sudah diatur, bahwa bagi warga yang tidak mampu akan ditanggung oleh pemerintah melalui PBI-APBD,” ujarnya.
Kenaikan tarif untuk peserta mandiri, kelas 1 yang semula Rp59.500 naik menjadi Rp80.000. Kelas 2 yang semula Rp42.500 naik menjadi Rp 51.000. Kelas 3 yang semula Rp25.500 naik menjadi Rp30.000.
Sedangkan kepada badan usaha swasta, kelas 2 UMK kurang dari Rp4 juta dan kelas 1 kurang dari Rp4 juta sampai Rp8 juta.
“Jadi, walaupun gajinya Rp20 juta, yang di potong cuma yang dari Rp8 juta nya,” kata Kepala BPJS Kesehatan Singkawang, Mardani.
Pemberlakuan kenaikan tarif ini, mulai diberlakukan pada 1 April 2016. Lanjutnya, Manajemen Pemasaran Kantor BPJS Singkawang, Kalimantan Barat, mengatakan, seiring dengan kenaikan tarif iuran, ada pola pembayaran yang diubah.
“Misalnya, keterlambatan masyarakat dalam melakukan pembayaran iuran, dimana jika terlambat, peserta tidak dikenakan denda. Kalau sebelumnya kan, terlambat satu hari dikenakan denda 2 persen,” kata yenti dari kantor BPJS di Singkawang, Kamis.
Namun peserta dikenakan denda, apabila terjadi tunggakan iuran dan menjalani rawat inap di rumah sakit. “Dikenakan denda sebesar 2,5 persen dari iuran,” ujarnya.
Jika orang yang bersangkutan sakit, namun tidak sampai rawat inap, maka aman dari denda. “Jadi yang dikenakan denda, jika di rawat inap, dan ditemukan tunggakan iuran,” tuturnya.