KALAMANTHANA, Banjarbaru – Akademisi Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, Kalimantan Selatan Ir Mukhtar Effendi MS mengatakan, program Adipura tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
“Sepuluh tahun lebih pelaksanaan program Adipura, tampaknya baru sebatas untuk meraih anugrah Adipura,” ujarnya sebelum peserta Pembinaan Teknis Penilaian dan Rapat Kerja Teknis Penilaian Adipura di Kalsel melakukan kegiatan lapangan, Kamis.
Lanjut dosen Fakultas Kehutanan Unlam itu, padahal tujuan akhir dari program Adipura untuk mengubah perilaku masyarakat agar memiliki budaya bersih dan melaksanakan sebaik-baiknya.
Menurut Mukhtar persoalan tersebut perlu menjadi renungan bersama, dan mengupayakan bagaimana cara agar program Adipura dapat membentuk sikap masyarakat supaya berbudaya bersih.
“Apalagi Islam menyatakan, kebersihan sebagian dari iman. Sementara penduduk Kalsel khususnya mayoritas Muslim, jadi sampai sejauh mana kepatuhan terhadap agama yang dia peluk dan yakini,” tutur kakek dari enam cucu itu yang juga Tim Pemantau (Penilai) Adipura itu.
Dengan nada menyindir dia memaparkan sebuah ceritera mahasiswa di Perancis mau melihat keadaan lingkungan tanah air dosennya yang berasal dari Mesir dan mayoritas penduduknya beragama Islam.
“Namun si mahasiswa tersebut kaget ketika melihat lingkungan Kota Kairo, karena kondisi lingkungan Ibu Kota Mesir kurang bersih kalau tak mau terbilang jorok atau tidak sebersih Kota Paris,” kutip dosen yang menggeluti lingkungan hidup itu.
“Dalam hati mahasiswa Perancis itu bertanya-tanya, jika betul-betul melaksanakan ajaran Islam, kebersihan Kota Kairo bisa terjaga. Karena prinsip dasar Islam cinta kebersihan,” kata hati mahasiswa tersebut seperti dikutip Mukhtar sambil tersenyum mengakhiri ceriteranya.
Kegiatan lapangan peserta Pembinaan Teknis Penilaian dan Rapat Kerja Teknis Penilaian Adipura yang berlangsung 23-24 Maret 2016 memantau Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Padang Panjang Kabupaten Banjar, Kalsel.