KALAMANTHANA, Muara Teweh – Ritual wara yang dianut umat Hindu Kaharingan Kalimantan Tengah banyak memiliki nilai sejarah dan sangat sakral. Bila dikemas secara baik, diyakini mampu menjadi objek pariwisata seperti di Pulau Bali.
Hal ini di sampaikan Wakil Bupati Barito Utara, Ompie Herby. “Ritual adat wara yang selama ini terus ada dan dipertahankan oleh suku Dayak pemeluk agama Hindu Kaharingan mampu mempertahankan seni budaya yang ada. Seperti adanya permainan musik tradisional dan tari-tarian yang mengiringgi ritual itu,” kata Ompie.
Sebenarnya acara wara ini dulu adalah sarana komunikasi adat dari berbagai macam suku Dayak di Kalteng. “Saya melihat nilai positif banyak sekali di acara itu seperti bertahannya nilai seni yang mengiringgi acara ritual itu. Adanya alat musik tradisional, tari rangkau, ini sesuatu yang sangat unik dan sudah turun-temurun diwariskan nenek moyang mereka,” kata Wabup.
Dalam hal ini pemerintah melalui Dinas Pariwisata akan selalu mendukung apabila Dewan Adat Dayak mengusulkan hal itu. “Ini sangat bagus untuk dikemas sebaik mungkin dengan harapan nantinya sebagai upacara adat yang mampu menarik wisata lokal maupun mancanegara seperti di daerah Bali,” tambahnya.
Sementara itu Sekretaris Daerah Kabupaten Barito Utara Jainal Abidin kepada mengatakan upacara adat wara tidak memerlukan izin ataupun rekomendasi dari pemerintah daerah. Mereka hanya minta izin keramaian dari kepolisian saja. Sama seperti acara perkawinan atau upacara-upacara keagamaan lainnya.
Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Barut, Junio Suharto menyampaikan acara ritual wara akan dibenahi bersama sama dengan Majelis Resort Hindu Kaharingan. “Kita maunya adat benar-benar dipenuhi dalam setiap ritual wara. Untuk menjadi event pariwisata, upacara wara harus dibenahi terlebih dulu. Sebagai atraksi wisata perlu dikemas lagi. Kita setuju asal Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sungguh-sungguh mengemasnya dengan baik,” tegas Junio. (atr)