KALAMANTHANA, Jakarta – Kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, awalnya hanya menyebut dua nama. Satu lainnya Khairuddin. Tapi, kini muncul lagi nama Hery Susanto Gun. Siapakah dia?
Dia adalah Direktur Utama PT Sawit Golden Prima (SGP). Dialah yang disangkakan penyidik KPK sebagai pemberi suap senilai Rp6 miliar untuk Rita menyangkut perizinan kebun kelapa sawit.
Pria berusia 56 tahun itu adalah “orang kuat” di Samarinda. Usahanya beragam-macam. Mulai kehutanan, perkebunan, pertambangan, hingga properti. Kaya raya dan bergelimpangan uang.
Abun, begitu dia lebih dikenal, biasanya tinggal di rumah mewah di Samarinda. Tapi, kini dia hidup di Lapas Samarinda. Hanya sesekali dia keluar, bilamana ada panggilan sidang dari Pengadilan Negeri Samarinda.
Abun memang membuat heboh Samarinda pada seputaran Maret 2017 lalu. Dia dijadikan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan di Pelabuhan Peti Kemas Palaran, Samarinda. Abun diduga menggunakan Koperasi Pemuda Demokrat Indonesia Bersatu (PDIB) di mana dia sebagai ketuanya.
Dalam kasus ini juga terlibat sejumlah politisi, termasuk Jafar Abdul Gafar yang merupakan anggota DPRD Kota Samarinda. Jafar adalah Ketua DPD Partai Golkar, sama seperti Rita Widyasari yang sebelumnya jadi Ketua DPD Golkar Kutai Kartanegara sebelum didapuk jadi Ketua DPD Golkar Kaltim.
Polisi mencokok Abun di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto di Jakarta. Abun ditangkap aparat Bareskrim Mabes Polri pada Rabu (22/3) malam. Saat ditangkap, dia sedang menjalani perawatan. Dia tak berkutik ketika aparat menyerahkan surat perintah penangkapan dalam statusnya sebagai tersangka dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) dugaan pungli dan pemerasan di Terminal Peti Kemas Pelabuhan Palaran, Samarinda.
“Tersangka dalam kasus pemerasan di Pelabuhan Palaran setelah dikejar lima hari ditemukan sedang berobat di rumah sakit di Jakarta,” kata Dir Tipid Eksus Bareskrim Brigjen Agung Setya, Kamis (23/3) itu.
Abun, pengusaha papan atas di Samarinda, memang memiliki lahan di sekitar kawasan itu. Namun, diduga sejak 2010, lewat koperasi, Abun bermain dalam pungli. Setiap turuk yang melintas dikenakan kutipan.
Kutipan terhadap truk-truk tersebut diduga sudah dilakukan sejak 2010. Untuk ukuran truk sedang, menurut Agung, ditarik Rp20 ribu, sedangkan truk ukuran besar sebesar Rp40 ribu.
Kini, sangkaan pungli yang dilakukan Abun itu sedang bergulir sidangnya di Pengadilan Tipikor Samarinda.
Abun juga sempat membuat berang Gubernur Kalimantan Timur terkait keberadaan kebun binatangnya. Kebun binatang itu menghambat pembangunan ruas jalan tol Balikpapan-Samarinda.
“HS itu pengusaha yang barusan berurusan dengan kami. Dia membangun kebun binatang (di ruas jalan tol Samarinda-Balikpapan),” ujar Awang di Kantor Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Kaltim, Selasa (21/3), kepada Tempo.
“Tak ada apapun yang menghalangi jalan tol. Hari ini kami melakukan pembongkaran sebagian kebun binatang yang masuk area ruas jalan tol. Luar biasa pelanggaran ini,” kata Awang di sela pembongkaran itu.
Kini, Abun kembali menghadapi masalah besar. Dia jadi tersangka ketiga dalam kasus suap dan gratifikasi yang diduga melibatkan Rita Widyasari.
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan menjelaskan bahwa Hery Susanto Gun diduga memberikan uang sejumlah Rp6 miliar kepada Rita Widyasari terkait pemberian izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman kepada PT Sawit Golden Prima.
“Suap diduga diterima sekitar bulan Juli dan Agustus 2010 dan diindikasikan ditujukan untuk memuluskan proses perizinan lokasi terhadap PT Sawit Golden Prima,” kata Basaria.
Dia disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (ik)
Discussion about this post