KALAMANTHANA, Jakarta – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 13 orang saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terhadap tersangka Bupati Kutai Kartanegara, Wita Widyasari.
Para saksi yang diperiksa rata-rata adalah unsur pegawai negeri sipil (PNS) maupun pensiunan pejabat di Pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara. Mereka yang diperiksa adalah yang diduga mengetahui proses lahirnya surat izin lokasi untuk perkebunan kelapa sawit PT Sawit Golden Prima (SGP di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara,
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, membenarkan adanya pemeriksaan sejumlah pejabat dan mantan pejabat di Kutai Kartanegara itu. Menurutnya, 13 orang yang diperiksa itu menjadikan total saksi yang sudah diperiksa dalam kasus ini menjadi 19 orang.
“Sedikitnya sudah 19 orang saksi yang diperiksa,” ujar Febri di KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Menurutnya, materi pemeriksaan masih mendalami dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan perkebunan kelapa sawit itu. Dalam hal ini, Rita Widyasari dibidik dengan pasal 12 B Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adapun pejabat yang diperiksa itu antara lain Kepala Bidang Pelayanan pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Kutai Kartanegara, Pejabat Bupati Kutai Kartanegara 2009-2010, Kepala Badian Administasi Pertanahan, Kasubdit Pengendalian Dampak Lingkungan pada Badan Lingkungan Hidup Daerah Kutai Kartanegara 2010-2011, hingga Sekretaris Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kutai Kartanegara.
Diketahui Sekretaris Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kutai Kartanegara adalah Setianto Nugroho Aji. Sedangkan Pejabat Bupati Kutai Kartanegara periode 2009-2010 adalah Sulaiman Gafur. Bahkan Sekretaris Daerah Kutai Kartanegara, Marli, diketahui juga ikut diperiksa.
Seperti diketahui, KPK sudah menetapkan tiga tersangka pada dua kasus ini, yakni suap dan gratifikasi. Ketiganya yakni Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, pengusaha kuat Samarinda dari PT Golden Sawit Prima, Hery Susanto Gun, dan Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairuddin.
Rita, sebagaimana diumumkan Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan, ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana suap dan menerima gratifikasi. Selain Rita, KPK juga menetapkan dua lainnya sebagai tersangka, yakni Khairudin (Komisaris PT Media Bangun Bersama) dan Hery Susanto Gun (Direktur Utama PT Sawit Golden Prima).
Ketiganya dijerat dengan pasal yang berbeda-beda. Rita disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi. Dia juga dibidik dengan pasal 12 B Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Herry Susanto Gun dijerat dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Akan halnya Khairudin dikenakan pasal 12 B Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Berdasarkan pengembangan penyidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi sehingga KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan tiga orang tersangka,” kata Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/9/2017).
Diduga sebagai pihak penerima dalam kasus suap, yaitu Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sementara diduga sebagai pemberi, yakni Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun. Sedangkan diduga sebagai penerima gratifikasi, yakni Rita Widyasari dan komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin.
Basaria menjelaskan bahwa Hery Susanto Gun diduga memberikan uang sejumlah Rp6 miliar kepada Rita Widyasari terkait pemberian izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman kepada PT Sawit Golden Prima.
“Suap diduga diterima sekitar bulan Juli dan Agustus 2010 dan diindikasikan ditujukan untuk memuluskan proses perizinan lokasi terhadap PT Sawit Golden Prima,” kata Basaria.
Selain itu, kata dia, Rita Widyasari dan Khairudin diduga bersama-sama menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya. “Yaitu berupa uang sebesar 775 ribu dolar AS atau setara Rp6,975 miliar berkaitan dengan sejumlah proyek di Kutai Kartanegara selama masa jabatan tersangka,” ucap Basaria.
Sebagai penerima, Rita Widyasari disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan pihak pemberi Hery Susanto Gun disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (ik)
Discussion about this post