KALAMANTHANA, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, dan Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairuddin di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (4/10/2017) ini.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah membenarkan hal tersebut. “RIW, Bupati Kutai Kartanegara diperiksa sebagai tersangka terkait suap pemberian izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kepala sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman kepada PT SGP,” katanya di KPK, Rabu.
Pemeriksaan kali ini merupakan yang pertama bagi Rita yang juga Ketua DPD Partai Golkar Kalimantan Timur itu.
Selain memeriksa Bupati Rita, KPK juga memeriksa Komisaris PT Media Bangun Bersama (PT MBB), Khairuddin. Khairuddin juga diperiksa sebagai tersangka ppenerima gratifikasi uang sebesar US$775 ribu atau sekitar Rp6,975 miliar berkaitan dengan sejumlah proyek di Kutai Kartanegara.
“KHR, Komisaris PT Media Bangun Bangsa juga diperiksa sebagai tersangka menerima gratifikasi,” ungkapnya.
Rita, sebagaimana diumumkan Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan, ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana suap dan menerima gratifikasi. Selain Rita, KPK juga menetapkan dua lainnya sebagai tersangka, yakni Khairudin (Komisaris PT Media Bangun Bersama) dan Hery Susanto Gun (Direktur Utama PT Sawit Golden Prima).
Ketiganya dijerat dengan pasal yang berbeda-beda. Rita disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi. Dia juga dibidik dengan pasal 12 B Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Herry Susanto Gun dijerat dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Akan halnya Khairudin dikenakan pasal 12 B Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Berdasarkan pengembangan penyidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi sehingga KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan tiga orang tersangka,” kata Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/9/2017).
Diduga sebagai pihak penerima dalam kasus suap, yaitu Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sementara diduga sebagai pemberi, yakni Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun. Sedangkan diduga sebagai penerima gratifikasi, yakni Rita Widyasari dan komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin.
Basaria menjelaskan bahwa Hery Susanto Gun diduga memberikan uang sejumlah Rp6 miliar kepada Rita Widyasari terkait pemberian izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman kepada PT Sawit Golden Prima.
“Suap diduga diterima sekitar bulan Juli dan Agustus 2010 dan diindikasikan ditujukan untuk memuluskan proses perizinan lokasi terhadap PT Sawit Golden Prima,” kata Basaria.
Selain itu, kata dia, Rita Widyasari dan Khairudin diduga bersama-sama menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya. “Yaitu berupa uang sebesar 775 ribu dolar AS atau setara Rp6,975 miliar berkaitan dengan sejumlah proyek di Kutai Kartanegara selama masa jabatan tersangka,” ucap Basaria.
Sebagai penerima, Rita Widyasari disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan pihak pemberi Hery Susanto Gun disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (ik)
Discussion about this post