KALAMANTHANA, Tenggarong – Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, kembali membantah uang Rp6 miliar yang dia terima dari pengusaha Hery Susanto Gun alias Abun adalah uang suap. Dia menyebut uang tersebut murni dari jual beli emas.
Pernyataan Rita kali ini disampaikan melalui akun facebook miliknya. Dia bahkan mempertanyakan bagaimana mungkin Abun memberikan uang kepada dirinya sementara pengusaha asal Samarinda itu adalah pendukung calon lainnya pada Pilkada Kutai Kartanegara 2010 yang menempatkannya sebagai bupati terpilih.
“Atas nama keadilan dan kebenaran yang semoga masih ada di negeri ini, saya dituduh menerima uang dari bapak Abun ini tgl 22 Juli 2010 melalui transfer dan 5 Agustus. Saya berani sumpah apapun bahwa ini jual beli emas,” ujar Rita dalam postingannya, Rabu (4/10/2017) ini.
Ini, paling tidak, untuk kedua kalinya Rita membantah tuduhan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadikannya tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi. Sebelumnya, hanya dalam hitungan hari setelah ditetapkan sebagai tersangka, Rita juga melakukan bantahan serupa.
KPK menyebut suap diduga penerimaan uang Rp 6 miliar ini diterima sekitar bulan Juli dan Agustus 2010, dan diindikasikan ditujukan untuk memuluskan proses perizinan lokasi PT Sawit Golden Prima di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara.
“Kalau masalah Abun, saya (yakin) 1.000 persen bukan gratifikasi. Ini jual beli emas, ada kwitansi, ada yang angkat emas, ada nomor emas, kalau masalah (mall) Citra Gading 1.000 persen juga nggak terima. Insya Allah , keadilan harus ditegakkan, dan saya percaya saya nggak seperti disangkakan,” ujar politisi Golkar yang saat ini menjabat Ketua DPD I Golkar Kaltim itu.
Seperti diketahui, KPK sudah menetapkan tiga tersangka pada dua kasus ini, yakni suap dan gratifikasi. Ketiganya yakni Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, pengusaha kuat Samarinda dari PT Golden Sawit Prima, Hery Susanto Gun, dan Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairuddin.
Rita, sebagaimana diumumkan Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan, ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana suap dan menerima gratifikasi. Selain Rita, KPK juga menetapkan dua lainnya sebagai tersangka, yakni Khairudin (Komisaris PT Media Bangun Bersama) dan Hery Susanto Gun (Direktur Utama PT Sawit Golden Prima).
Ketiganya dijerat dengan pasal yang berbeda-beda. Rita disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi. Dia juga dibidik dengan pasal 12 B Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Herry Susanto Gun dijerat dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Akan halnya Khairudin dikenakan pasal 12 B Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Berdasarkan pengembangan penyidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi sehingga KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan tiga orang tersangka,” kata Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/9/2017).
Diduga sebagai pihak penerima dalam kasus suap, yaitu Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sementara diduga sebagai pemberi, yakni Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun. Sedangkan diduga sebagai penerima gratifikasi, yakni Rita Widyasari dan komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin.
Basaria menjelaskan bahwa Hery Susanto Gun diduga memberikan uang sejumlah Rp6 miliar kepada Rita Widyasari terkait pemberian izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman kepada PT Sawit Golden Prima.
“Suap diduga diterima sekitar bulan Juli dan Agustus 2010 dan diindikasikan ditujukan untuk memuluskan proses perizinan lokasi terhadap PT Sawit Golden Prima,” kata Basaria.
Selain itu, kata dia, Rita Widyasari dan Khairudin diduga bersama-sama menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya. “Yaitu berupa uang sebesar 775 ribu dolar AS atau setara Rp6,975 miliar berkaitan dengan sejumlah proyek di Kutai Kartanegara selama masa jabatan tersangka,” ucap Basaria.
Sebagai penerima, Rita Widyasari disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan pihak pemberi Hery Susanto Gun disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (ik/hr/myu)
Discussion about this post