KALAMANTHANA, Jakarta – KPK menduga helikopter yang ada di Kutai Kartanegara itu hasil gratifikasi. Padahal, itu bukan milik Rita Widyasari. Untuk memakai heli itu selama dua jam, Rita pun harus membayar puluhan juta. Bagaimana kisah heli itu sesungguhnya?
Dalam beberapa kali perjalanannya, semasa masih aktif jadi Bupati Kutai Kartanegara, Rita memang terlihat menggunakan heli tersebut. Itu dia lakukan untuk efisiensi waktu agar bisa berkunjung menemui warganya.
Heli itu bukan milik Rita. Pun bukan milik Pemkab Kutai Kartanegara. Heli itu, menurut pengakuan Rita, milik pengusaha nasional, Erwin Aksa, bos dari korporasi besar Bosowa Grup.
Untuk memakai heli itu, Rita pun tak mendapat fasilitas gratis. Dia tetap bayar meski heli itu parkir di helipad milik ayahnya, almarhum Syaukani HR. Kerap, bayaran untuk menyewa heli itu dia ambil dari duit pribadinya.
Dalam wawancara dengan Kaltim Post, Rita mengaku menggunakan heli itu agar cepat sampai ke tujuan, menemui warganya. Soalnya, jika menggunakan jalan darat, butuh waktu yang tidak singkat.
Rita, misalnya, harus mengeluarkan biaya hingga Rp30 juta untuk dua jam, saat berkunjung secara mendadak ke Kecamatan Muara Jawa atau Samboja. “Rutenya dari Balikpapan-Tenggarong-Muara Jawa. Semua duit pribadi,” ujar sebuah sumber.
Menurut sumber, Rita tak mau membebankan biaya perjalanannya ke anggaran daerah. Rita mengaku sengaja lebih dominan menggunakan dana pribadi karena dirinya tahu bahwa sedang diawasi berbagai pihak, termasuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Biaya sewa helikopter maupun carter pesawat itu besar. Sebetulnya, BPK RI menyarankan menggunakan APBD, tapi saya tak enak hati kalau saya klaimkan. Bisa-bisa nanti orang sinis dengan saya. Ibu enak naik helikopter, jalan kami masih banyak rusak, ini yang ada dalam pikiran saya,” aku Rita saat itu.
Heli itulah yang menjadi pangkal kecurigaan KPK terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU), sebagaimana kecurigaan terhadap apartemen, mobil mewah, tas branded, jam tangan, atau bahkan biaya perawatan wajah.
Rita yang diperiksa KPK terkait kasus yang menjeratnya dengan tiga pasal sangkaan, membantah punya heli. “Itu punya Pak Erwin Aksa karena helinya parkir di tempat saya. Waktu saya diperiksa sebelumnya saya ditanyakan terkait TPPU itu termasuk heli tidak? Tidak katanya, karena orangnya Pak Erwin Aksa sudah disusuri bahwa itu bukan punya saya,” kata Rita di gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/1) malam.
Menurut dia, helikopter tersebut adalah milik dari PT Bosowa. “Bosowa itu kalau parkir di bandara itu bayar Rp500 juta sebulan. Karena bapak saya punya helipad, makanya diparkir di tempat saya. Karena mereka menduga helinya ada di tempat itu, pasti diperiksa,” ungkap Rita.
Ketua DPD Golkar Kaltim itu mengakui, memiliki landasan helikopter atau helipad peninggalan almarhum ayahnya, Syaukani Hasan Rais. Menurut Rita, heli itu diparkir di landasan tersebut. “Karena helinya diparkir di tempat saya,” kata Rita.
Rita pun mengakui, pernah menggunakan helikopter tersebut. Namun, Rita tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk menyewa helikopter itu. Dia hanya cukup membayar pilot dan bahan bakar.
Rita juga menepis mendapat jatah dari jasa helipad helikopter tersebut. “Bukan. Bayarnya ke perusahaan sana. Jadi nggak ke saya,” pungkas Rita.
KPK disinyalir sedang mendalami kepemilikan helikopter Rita, yang diduga bagian dari hasil gratifikasi. Dugaan itu muncul lantaran penyidik KPK beberapa waktu lalu memeriksa pejabat Kementerian Perhubungan di bidang perhubungan udara, Kus Handono.
KPK menetapkan Rita dalam tiga perkara rasuah. Pertama, Rita dan Komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB) Khairudin ditetapkan sebagai tersangka TPPU. Keduanya diduga telah menerima Rp436 miliar yang merupakan fee proyek, fee perizinan, dan fee pengadaan lelang barang dan jasa dari APBD selama menjabat sebagai Bupati Kukar.
Kedua, Rita dan Khairudin juga ditetapkan sebagai tersangka suap bersama dengan Direktur Utama PT Sawit Golden Prima, Hery Susanto Gun alias Abun. Rita diduga menerima suap sebesar Rp6 miliar dari Abun terkait pemberian izin operasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit PT Sawit Golden Prima di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman.
Kemudian ketiga, Rita dan Khairudin ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi. Rita bersama Khairudin diduga menerima uang sekitar Rp6,97 miliar terkait dengan sejumlah proyek di Kabupaten Kukar.
Selain penetapan tersangka, KPK juga menyita sejumlah aset milik Rita. Aset yang disita terdiri dari mobil Toyota Vellfire, Ford Everest, dan Land Cruiser, dua unit apartemen di Balikpapan, hingga sejumlah tas branded dan jam tangan mahal ala sosialita. (ik)
Discussion about this post