KALAMANTHANA, Muara Teweh – Isak tangis dan deraian air mata sang istri, mewarnai eksekusi Antonius (52) seorang petani kecil dan lugu, asal Desa Kamawen, Kecamatan Montallat, Kabupaten Barito Utara, ke Lapas IIB Muara Teweh, Kamis (16/9/2021).
Sebuah ungkapan klasik : hukum tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas, setidaknya kini dirasakan oleh keluarga Antonius. Keluarganya menjadi korban. Sang ayah harus hidup terpisah di bui.
Kasus Antonius sebenarnya. sederhana. Dia bukanlah pembunuh, apalagi penggarong uang rakyat. Pria yang tak terlalu lancar berbahasa Indonesia ini didakwa membakar lahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 108 UU Perkebunan nomor 39/2014.
Jaksa menuntut Antonius dua bulan penjara serta denda Rp500 ribu subsider 1 bulan penjara. Belakangan majelis hakim di PN Muara Teweh justru menjatuhkan vonis 1 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan penjara. Vonis ini lebih berat dari tuntutan JPU.
Baca Juga: Penasihat Hukum dan DAD antar Antonius Jalani Sisa Hukuman di Lapas
Majelis hakim terdiri dari Cipto Nababan selaku hakim ketua serta Teguh Indrasto dan Fredy Tanada sebagai hakim anggota. Kini tinggal Teguh Indrasto yang masih bertugas di PN Muara Teweh, sedangkan dua lainnya sudah pindah tugas ke daerah lain.
Antonius naik banding. Putusan banding Pengadilan Tinggi Palangka Raya Tanggal 29 April 2020 menguatkan putusan PN Muara Teweh.
Antonius lalu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung sebagai benteng terakhir mencari keadilan. Hasil putusan kasasi menyatakan tidak dapat menerima permohonan kasasi Antonius, sehingga dia mesti menjalani hukuman di Lapas Muara Teweh. Selama ini, Antonius menjalani tahanan kota.
Baca Juga: Solidaritas Uang Receh untuk Bantu Bayar Denda Antonius Rp50 Juta
Selia (45) mengaku, pihak keluarga menerima putusan kasasi pekan lalu. Dari empat orang anaknya, puteri bungsunya yang baru beranjak remaja dan masih sekolah terlihat paling syok. Sang anak terus-terusan menangis meratapi kemalangan nasib ayahnya.
“Anak saya terus-terusan bertanya, apa salah Bapak, sehingga harus masuk penjara. Saya sulit untuk menjawab, karena bagi kami, Antonius tidak bersalah. Kami bukan keluarga pencuri, perampas harta orang. Kami memang miskin, tetapi kami bisa dam tahu cara menjaga kehormatan dari perbuatan hina,” tegas Selia.
Antonius dan Selia hanyalah pasangan petani penyadap karet. Hidupnya tak pernah beranjak jauh dari Desa Kamawen.
Guna memperbaiki kualitas keluarga, puteri bungsu mereka disekolahkan keluar Kamawen. Selia dan Antonius harus menyisakan sedikit dari pemghasilan sebagai petani untuk membayar biaya sekolah dan kost anaknya. “Jangankan untuk membayar denda Rp50 juta, saya pusing memikirkan siapa yang mengongkosi sekolah dan biaya barak anak saya, karena bapaknya sudah ditahan,” keluh Selia.
Nah, para Hakim Yang Mulia, Anda merupakan Wakil Tuhan di dunia, saat memeriksa perkara seseorang yang mencari keadilan. Tak keliru, jika mendengar rintihan rakyat kecil yang berurusan dengan hukum.(melkianus he)