KALAMANTHANA, Muara Teweh – Kejaksaan Negeri atau Kejari Barito Utara, Kalimantan Tengah, segera memastikan pria berinisial MI atau lengkapnya Mus Muliadi yang ditangkap Polres Kotabaru, Kalimantan Selatan, buronan kejaksaan atau bukan.
Ketika dikonfirmasi masalah tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Barito Utara Iwan Catur Karyawan, Minggu (6/3) malam mengatakan, masih mengecek data dengan Seksi Pidana Khusus (Pidsus) dan Seksi Intel. “Saya cek dulu,” kata dia singkat.
Progres terkait DPO tersebut sudah dilakukan oleh Seksi Pidsus. “Ya, kami segera ke sana. Saya akan ke Kotabaru untuk mengecek secara langsung. Kalau benar dia MM, buronan Kejari Barito Utara, kita harus berkoordinasi dengan pihak Polres dan Kejari Kotabaru,” kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Barito Utara, Jhon Maynard Keynes kepada kalamanthana.id, Selasa (8/3/2022) siang.
Sebelumnya pada Senin (7/3) pagi, pejabat kejaksaan yang akrab disapa Jhon Keynes ini sempat berhubungan langsung dengan Kasi Pidsus Kejari Kotabaru.
Baca Juga: Mantan Kades Sampirang Diduga Kabur Ke Sumatera
Pihak Kejari Barito Utara harus mengcrosscek dan memastikan nomor KTP tersangka MI (46) yang ditangkap Rabu (2/3) malam di Kotabaru.
Berdasarkan identitas dan ciri-ciri umum, Mus Muliadi tersangka kasus narkoba di Polres Kotabaru memiliki kesamaan dengan mantan Kepala Desa Sampirang I, Kecamatan Teweh Timur, Kabupaten Barito Utara, DPO kasus korupsi dana desa (DD) tahun 2017.
Kesamaan sementara, sebut Jhonkey, dilihat dari data Surat Izin Mengemudi (SIM). Nama dan tanggal lahirnya cocok. Tetapi harus dipastikan lagi dengan data Nomor Induk Kependudukan (NIK). “Banyak orang bernama sama, atau mungkin data lain juga kebetulan sama. Tapi NIK berlaku tinggal, satu orang aatu NIK,”papar dia.
Sekadar informasi, Mus Muliadi menjadi buronan Kejari Barito Utara setelah masuk DPO pada Januari 2020. Dia menjadi DPO lantaran mangkir sampai tiga kali dari panggilan jaksa, saat perkara yang membelitnya masuk tahap dua alias penyidikan pada 2019.
Mus Muliadi, menjadi tersangka kasus korupsi pada usia 43 tahun. Sesuai LHP September 2019, kerugian negara akibat korupsi proyek pembukaan jalan desa di Sampirang I berasal dari DD sebesar Rp 620 juta. Total nilai proyek Rp 762 juta.
Berdasarkan hasil pemeriksaan jaksa, dari total Rp 762 juta cuma sekitar Rp 100 yang dikerjakan. Sedangkan item pekerjaan lain seperti pembelian batu Rp 400 juta, sirtu Rp 150 juta, dan mobilisasi Rp 140 juta diduga fiktif dan mark-up, termasuk pula dugaan pemalsuan tanda tangan pemilik alat berat.
Mus Muliadi dijerat pelanggaran Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 9 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan UU Nomor 31) 1999 tentang Pemberantasan Tipikor junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(MELKIANUS HE)
Discussion about this post