PALANGKA RAYA, Kalamanthana – Adanya kejadian di provinsi tetangga, Kalimantan Barat, menyangkut dugaan insiden salah persepsi, antara dua aksi massa yaitu pawai gawai dan bela ulama, mendapat tanggapan dari kalangan DPRD Kalteng. Anggota Komisi A P Lantas Sinaga mengimbau masyarakat Kalteng untuk tidak terpengaruh isu-isu sesat terkait persoalan itu.
“Jangan sampai kejadian yang sebenarnya hanya kesalahpahaman atau salah persepsi itu, seolah-olah dikait-kaitkan dengan SARA,” ujarnya di Palangka Raya, Minggu (21/5/2017).
Dirinya berharap masyarakat tidak mempercayai, adanya gambar-gambar hoax di media sosial yang provokatif. Intinya jangan sampai hal semacam itu dimanfaatkan oknum-oknum, yang ingin merusak kedamaian di bumi Kalimantan. Masyarakat sendiri diminta untuk bijaksana menyerap kabar yang belum tentu kebenarannya. Diharapkan untuk menyaring tanpa menerima secara mentah.
Wakil Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalteng itu menegaskan, Kalteng merupakan provinsi percontohan untuk tingginya toleransi serta kerukunan umat beragama di Indonesia.
Bisa dikatakan daerah itu sudah mendapat gelar sebagai bumi pancasila. Kondisi masyarakatnya sesuai dengan semboyan bhineka tunggal ika.
Banyak agama serta suku yang berbeda, namun hidup berdampingan damai satu sama lainnya. Hal itu juga sesuai dengan filosofi huma betang, yang sudah dianut masyarakatnya sejak lama. “Perbedaan yang hidup di dalam persatuan, dan ini sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat yang memang membumi,” ucap Lantas.
Apalagi Kalimantan Tengah merupakan daerah yang kaya dengan berbagai macam unsur. Tidak hanya kebudayaannya saja, juga agama serta suku yang beragam. Selama itu Kalteng dikenal memiliki tingkat kondusivitas yang tinggi. Penduduknya menghormati satu sama lain.
Dirinya berharap persoalan agama, budaya, atau adat jangan sampai disangkutpautkan kabar yang belum tentu kebenarannya. Kalteng sendiri selama ini, memiliki masyarakat yang cinta damai.
Gembala GBI Barigas Palangka Raya itu menjelaskan, apapun permasalahannya, jangan dikait-kaitkan dengan agama atau suku. Tentunya hal itu jelas sangat tidak perlu.
“Masyarakat harus jeli dan bijaksana, dalam menghadapi situasi yang dianggap memecah belah. Kalau terlihat hanya merusak kedamaian, lebih baik, jangan dipedulikan,” tegasnya.
Diharapkan juga tokoh masyarakat, agama, pemuda, adat dan pihak berkompeten lain, untuk turut andil, dalam memberikan pencerahan, sekaligus bimbingan terhadap warganya masing-masing. Tentunya memberikan pemahaman yang positif serta selaras dengan empat pilar kebangsaan. Sebut saja Bhineka Tunggal Ika, UUD 1945, Pancasila, dan NKRI. (ik)