KALAMANTHANA, Sampit, Kalteng – Pelarangan ekspor rotan mengakibatkan petani rotan di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah permintaan sepi padahal komoditas ini menjadi penghasilan utama bagi petani di daerah itu.
“Permintaan sangat sepi. Sesekali ada, tapi setelah itu lama tidak ada permintaan. Kasihan masyarakat kita yang menggantungkan hidup dari rotan. Bagaimana memenuhi kebutuhan hidup. Pemerintah bertanggung jawab karena ini dampak kebijakan pemerintah,” kata Dahlan Ismail, salah satu pemilik kebun rotan di Kecamatan Kotabesi, Jumat.
Sektor rotan terpuruk setelah pemerintah melarang ekspor rotan mentah mulai akhir 2011 lalu. Sejak saat itu, banyak pengusaha rotan di Kotawaringin Timur (Kotim) gulung tikar sehingga diperkirakan ada ribuan warga kehilangan mata pencaharian.
Dahlan masih bertahan di sektor ini karena kasihan banyak warga yang ikut bekerja dengannya. Meski pendapatan anjlok, namun Dahlan berpikir, setidaknya usahanya itu bisa membantu orang lain tetap bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan dapur keluarga mereka.
Saat ini harga rotan mentah Rp2.000 dan rotan kering Rp10.000/Kg, padahal saat kondisi normal harga rotan mentah bisa lebih dari Rp3.000 dan rotan kering Rp12.500/Kg. Sudah harga terus turun, permintaan pembeli juga jauh berkurang.
Kondisi ini dirasakan semua petani dan pelaku usaha rotan di semua kecamatan di Kotim. Padahal, Dahlan menyebut kualitas rotan Kotawaringin Timur merupakan yang terbaik di dunia, tapi kini pembeli pun makin sepi.
Rotan Kotim biasanya dibeli dan dibawa ke Banjarmasin. Memasuki era Masyarakat Ekonomi Eropa, menurut Dahlan, belakangan mulai ada warga negara asing yakni dari Taiwan datang membeli rotan ke Kotim, namun dia mengaku tidak mengetahui ke mana rotan itu kemudian dibawa.
“Kalau banyak orang luar datang langsung membeli ke sini, itu cukup membantu. Tapi kalau kita berpikir jujur, itu ke depannya kurang bagus bagi kita,” katanya.
Khawatirnya nanti mereka akan mendominasi harga karena kalau mereka tidak membeli maka jarang ada yang beli dan harga anjlok. Di sisi lain, mereka yang di luar negeri sana yang diuntungkan karena menjual dalam bentuk barang jadi dengan harga berkali-kali lipat.
Dahlan menyesalkan sikap pemerintah yang seolah tidak peduli dengan nasib petani rotan, khususnya di Kotim, padahal kondisi ini dampak dari kebijakan pemerintah. Seharusnya, pemerintah sudah menyiapkan solusi sebelum memberlakukan kebijakan agar masyarakat tidak dirugikan.
Larangan ekspor rotan mentah yang tanpa solusi membuat ribuan petani daerah ini kehilangan pekerjaan. Padahal selama ini sektor rotan berkontribusi besar membantu pemerintah karena banyak menyerap tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran.
Sektor rotan juga berjalan secara mandiri dan tidak merepotkan pemerintah, namun kini justru kebijakan pemerintah yang mematikan sektor ini, katanya.