KALAMANTHANA, Kasongan – Anggota DPR-RI Asdy Narang menyebutkan keterasingan rakyat terhadap realitas pembangunan, bisa membuat frustrasi masyarakat itu sendiri. Karena itu, pemerintah tak boleh abai membaca indikasi pembangunan yang kurang arif terhadap kepentingan masyarakat.
Asdy, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menyatakan hal tersebut dalam dengar pendapat dengan masyarakat Katingan di Kasongan. “Ketimpangan pembangunan, terutama di daerah tertinggal dan terisolir, bisa berdampak terhadap gangguan pemerintahan,” ujar Asdy.
Untuk itulah, agar pembangunan Negara Indonesia memiliki arah yang jelas, mau tidak mau, sudah menjadi kebutuhan pentingnya pokok haluan penyelenggaraan negara atau Garis-garis Besar Hauan Negara (GBHN).
GBHN, menjadi garda komitmen kebangsaan akan makin kuat dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila secara sugguh-sungguh, dan untuk menjadi perisai mencegah terjadinya dehumanisasi dan kebangkrutan keadilan sosial.
Ogah-ogahan dalam mentransformasikan nilai-nilai Pancasila dalam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, berdampak terhadap abainya berideologi negara bangsa ini. Tidak adil bila kita bangsa Indonesia, justru melupakan atau mengabaikan Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia.
Sehingga untuk pemenitingan itu, pokok haluan penyelenggaraan negara, perlu disadari oleh kompenen bangsa ini, bahwa kegagalan dalam merealisasikan Indonesia yang sejahtera, berkeadilan, karena tidak ada kesungguhan dalam membedah nilai-nilai Pancasila untuk mewujudnyatakan pembangunan yang berwajah ketuhanan yang Mahaesa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan permusyawaratan perwakilan serta keadilan sosial. Atau merealisasikan pembangunan yang mengacu pada nilai-nilai visioner Pancasila.
“Karenanya, mulai sekarang, hendaklah kita tidak perlu ragu lagi mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam segenap aspek kehidupan bernegara, bila memang kita tidak mau diganggu oleh kepentingan ideologi-ideologi lain,” ujarnya.
Menurutnya, tak seorang pun meragukan kekayaan Indonesia. Maka pemanfaatannya mesti terwujud dalam pemaknaan kemanusiaan yang adil dan beradab untuk mensejahterakan rakyat Indonesia yang berkeadilan. Kemanusia yang ada jangan sampai terkorupsi oleh kita sendiri, justru harus diamalkan dalam bingkai negara kesatuan ini.
“Sehingga persatuan tereflesikan bukan saja dalam bentuk fisik, akan tetapi dalam bentuk non fisik,” tambahnya.
Jadi persatuan yang termaktub dalam sila ketiga, sebagai gagasan yang visioner dalam melihat pluralisme Indonesia ini, jangan sampai tercabik-cabik oleh karena tidak adanya nilai-nilai kemanusian itu.
“Jadi pemimpin bangsa dalam semua level, sejatinya menggaungkan nilai-nilai Pancasila sebagai harapan yang harus dijwudjukan. Bangsa Indonesia ini membutuhkkan persatuan agar tetap eksis dan berjaya,” katanya. (ss)