KALAMANTHANA, Samarinda – Belum habis juga cerita tentang warga negara Tiongkok yang secara ilegal masuk ke Indonesia. Setelah Palangka Raya dan Nunukan, kali ini Imigrasi Tanjung Redeb yang mengamankan dua pendatang ilegal asal Negeri Tirai Bambu itu.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas III Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, Erwin Hariyadi, Kamis (11/8/2016), membenarkan diamankannya dua pria asal Tiongkok tersebut. Menurutnya, kedua pria itu mengaku sebagai dokter.
“Memang benar, kami mengamankan dua orang WNA berkewarganegaraan Tiongkok saat mereka menjalankan aksi yakni melakukan pengobatan dari rumah ke rumah di Kampung Marancang Ilir, Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau. Keduanya kami amankan pada Selasa (9/8),” ujar Erwin Hariyadi.
Selain kedua WNA Tiongkok yang bernama Huang Wenbin (40) dan Huang Zhezhong (50), petugas Kantor Imigrasi Kelas III Tanjung Redeb juga mengamankan barang bukti, ratusan obat-obatan diduga hasil racikan mereka sendiri, peta Kabupaten Berau serta fotokopi KTP dan paspor.
Dari hasil pemeriksaan awal, kedua WNA Tiongkok yang tidak bisa berbahasa Indonesia itu mengaku, sudah berada di Kabupaten Berau sejak 2 Agustus 2016.
Dalam menjalankan aksinya, kedua WNA yang mengaku dokter itu mengenakan tarif mulai Rp200, Rp300 dan Rp600 ribu bahkan hingga Rp1,2 juta.
Namun, pihak Kantor Imigrasi Kelas III Tanjung Redeb lanjutnya, masih terus mendalami pengakuan kedua WNA yang mengaku sebagai dokter tersebut.
“Mereka memang menyasar masyarakat yang berada di pinggiran kota dan mengenakan tarif sekali pemeriksaan mulai Rp200 ribu hingga Rp1,2 juta. Mereka mengaku mengontrak rumah di Tanjung Redeb, kemudian setiap hari berangkat ke daerah terpencil di pinggiran kota untuk menawarkan pengobatan dari rumah ke rumah, kemudian sore harinya kembali lagi ke Tanjung Redeb,” tuturnya.
“Saat ini, keduanya masih kami amankan di Kantor Imigrasi sambil menunggu dokumen asli yang katanya disimpan temannya yang ada di Jakarta. Kami juga sudah berkoordinasi dengan pihak Kedutaan Besar Cina di Jakarta. Kami juga sedikit kesulitan meminta keterangan dari mereka karena keduanya tidak bisa berbahasa Indonesia,” jelas Erwin Hariyadi. (ant/rio)
Discussion about this post