KALAMANTHANA, Muara Teweh – Sengketa ganti untung lahan antara Robinson Cs, warga Desa Teluk Malewai, Kecamatan Lahei Barat, Kabupaten Barito Utara, dengan PT Permata Indah Sinergi alias PIS belum ada titik temu, sampai dengan pertengahan Maret 2020.
PT PIS merasa keberatan atas putusan adat sengketa lahan, sehingga mengajukan banding kepada Damang Adat Kecamatan Lahei Barat.
Masalah ini juga mendapat perhatian serius anggota DPRD Barut sekaligus tokoh berpengaruh di Lahei Barat, Mulyar Samsi. “Saya minta pihak perusahaan menghargai undangan yang sudah dibuat dari jauh hari. Apalagi yang mengundang tokoh adat dan masyarakat,” kata Mulyar dalam akun fbnya.
Sebaliknya PT PIS merasa keberatan atas sejumlah poin keputusan, tertuang dalam berita acara mediasi klaim lahan oleh Robinson Cs yang dikeluarkan Mantir adat Desa Teluk Malewai, 11 Maret lalu. Manajemen PT PIS melayangkan surat banding kepada Damang Adat Kecamatan Lahei Barat.
Projek Manajer PT PIS Arnoldus Wea, Sabtu (14/3) malam, mengatakan PT PIS pada intinya sangat menghargai lembaga adat resmi dari tingkat Mantir Adat, Kademangan Adat, dan Dewan Adat Dayak Kabupaten Barut.
Termasuk proses penyelesaian tumpang tindih lahan, selama berjalan secara adil, terbuka, tidak memihak, dan keputusan berdasarkan fakta-fakta di lapangan, seperti keterangan saksi persambitan dari kedua belah pihak.
Arnoldus menambahkan, ada beberapa poin yang mendasari keberatan perusahaan terkait putusan tersebut. Antara lain pengambilan keputusan pihak lembaga adat Desa Teluk Malewai dilakukan secara sepihak dan emosional. “Kami menelaah kepada Damang Adat Lahei Barat dan para Mantir adat khususnya Desa Teluk Malewai bahwa lembaga adat setempat mendapat tekanan dari pihak Robinson Cs,” ujar Arnoldus.
Keputusan yang tertulis di dalam poin-poin berita acara semata-mata adalah usulan yang disampaikan oleh pihak Robinson Cs, yang mana semua poin ini tidak memiliki dasar dan fakta yang kuat, karena sebelumnya telah ada transaksi jual beli antara PT PIS dan pemilik lahan atas nama Adan Ependi/Bulat tertanggal 13 Februari 2019. Namun, pihak Robinson Cs menentukan secara sepihak harga ganti rugi lahan dan denda adat kepada PT PIS padahal belum ada kata sepakat.
PT PIS, sebut Arnoldus, tidak melakukan pelanggaran terhadap adat setempat. Permasalahan ini murni saling klaim antara kedua belah pihak (tumpang tindih) dan bukan kegiatan penyerobotan yang dilakukan oleh perusahaan, sehingga sangat keliru apabila kemudian PT PIS dibebankan dengan nilai denda adat dengan angka yang tidak masuk akal.
Mengenai proses jual beli lahan sepatutnya dilakukan penyelidikan terhadap sejarah jual beli, termasuk keterangan saksi pemilik lahan yang menjual kepada PT PIS.
“Dengan ini kami mengklarifikasi tidak pernah mangkir dari undangan pihak lembaga Adat Desa Teluk Malewai. Berita ini sangat menyudutkan kami seolah-olah kami tidak menghargai undangan dan pihak adat setempat yang telah mengeluarkan undangan tersebut,” tegas Arnoldus.
Versi PT PIS, ada dua hal yang menyebabkan musyawarah tidak mufakat. Pertama, tidak memenuhi kuorum, karena pihak yang telah menjual lahan kepada PT PIS tak dilibatkan dan saksi saksi pihak tergugat tidak pemah dimintai keterangan. Kedua, salah satu pihak yang terlibat dalam musyawarah tidak mengeluarkan kata sepakat terkait hal yang dipermasalahkan.(mel)