KALAMANTHANA, Mataram – Sudah dilecehkan, dipidana pula. Begitulah nasib Baiq Nuril Maknun. Putra mantan staf honorer SMU 7 Mataram itu mengirim surat menyentuh kepada Presiden Joko Widodo. Bagaimana isinnya?
“Kepada Bapak Jokowi, jangan suruh ibu saya sekolah lagi,” tulis Rafi, putra bungsu wanita malang itu.
Surat itu pertama kali mencuat dari cuitan akun twitter Southeast Asian Freedom of Expression Network (Safenet), Rabu (14/11). Lembaga tersebut mengunggah dua foto surat terbuka kepada Jokowi. Satu surat lainnya dari Nuril.
Menurut pengacara Nuril, Joko Jumadi, sekolah yang dimaksud Rafi itu bukanlah sekolah sesungguhnya. Sekolah yang dimaksud adalah bagaimana agar ibunya tak tercerabut dari dirinya.
Pasalnya, saat pertama kali kasus ini mencuat, polisi yang mentersangkakan Nuril dan menjeratnya dengan Undang-undang ITE, menahannya. Saat itulah, kepada putranya itu, Nuril disebutkan sedang sekolah.
“Waktu ibunya ditahan, alasannya ibu mau sekolah dulu. Jadi sampai sekarang, anaknya itu tidak tahu kalau ibunya ditahan, tahunya ibunya mau sekolah,” ujar Joko.
Nuril adalah mantan staf honorer di SMU 7 Mataram. Ia dilecehkan secara seksual oleh atasannya, Muslim, Kepala Sekolah SMU 7 saat itu. Tetapi Nuril malah dituntut ke pengadilan oleh Muslim dengan pasal karet UU ITE. Ia diancam dipidana 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar sebagai penyebar materi asusila.
Majelis Hakim Pengadilan Mataram memvonis bebas Nuril pada 26 Juli 2017. Namun, ia divonis bersalah dalam putusan kasasi. Mahkamah Agung menghukumnya enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena melanggar UU ITE dalam kasus penyebaran informasi percakapan mesum Kepala SMU 7 Mataram.
Nuril mengaku masih berharap pemimpin tertinggi negara memberinya keadilan. “Untuk Pak Presiden, saya cuma minta keadilan, karena saya di sini cuma korban. Apa saya salah kalau saya mencoba membela diri saya dengan cara-cara saya sendiri? Saya minta keadilan,” kata Nuril sambil terisak. (ik)
Discussion about this post