KALAMANTHANA, Tamiang Layang – Kasus PT Santosa Laju Sejahtera (SLS) yang dilaporkan warga Desa Dorong ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas adanya aktifitas penambangan batu bara di pinggir jalan umum Tamiang Layang -Hayaping dengan jarak hanya 18 meter saat ini terus berlanjut dan meresahkan warga .
“Untuk kasus PT. SLS sudah dilakukan verifikasi oleh tim dari BPPHLHK Wilayah Kalimantan. Hasilnya sedang dalam proses analisa dan nanti hasilnya disampaikan ke pihak pelapor/pengadu,” kata Plh Kasis Seksi 1 Gakkum Wilayah Kalimantan Iwantara saat dikonfirmasi para awak media melalui sambungan WhatsApp, Rabu (10/7/2024)
Sebagaimana diberitakan sebelummnya Anigoru, salah satu warga keluhkan akses jalan yang menghubungkan kota Tamiang Layang Kecamatan Dusun Timur menuju Hayaping Kecamatan Awang yang terancam putus.
Hal tersebut diduga akibat aktivitas perusahaan tambang batu bara milik SLS yang berdekatan dengan jarak jalan poros kurang lebih 18 meter.
Ditambahkan dia, sebagai warga yang peduli akan kerusakan lingkungan dan sebagai kepedulian mengamankan asset daerah berupa jalan poros, dirinya minta keseriusan pemerintah daerah untuk dapat memperhatikan akses utama jalan Tamiang Layang-Hayaping yang berdekatan dengan aktivitas tambang supaya tidak rusak dan membahayakan masyarakat penguna jalan.
Baca Juga: Selain PT SLS, Tim Gakum Kementrian LHK Juga Sasar PT TEI
Menurutnya aktivitas tambang batubara yang diduga milik PT. SLS tersebut dapat berdampak buruk terhadap jalan poros milik kabupaten yang merupakan akses utama bagi pengguna jalan terkhusus warga desa sekitar yang juga akses jalan antar Kecamatan Dusun Timur menuju Kecamatan Awang.
“Aktivitas tambang batubara yang beroperasi di wilayah desa Dorong ini sangat menghawatirkan, karena jarak antara bibir tambang dengan jalan poros ini sangat dekat,” tegasnya.
Senada dengan Anigoru, salah satu tokoh masyarakat Mardiana. D. Dana (65) yang juga sebagai pemerhati lingkungan hidup dan aktivis perempuan dayak turut soroti aktivitas perusahaan tambang batubara milik PT. SLS.
Melihat langsung lokasi aktifitas tambang, Mardiana merasa sangat pedih melihat keadaan tersebut. Menurutnya sebagai perempuan adat Dayak, merasa kecewa atas perhatian pemerintah dari tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten dan tingkat desa yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan maupun dampak dari kegiatan tambang yang masuk di dalam Kecamatan Dusun Timur di wilayah Desa Dorong tersebut.
“Seharusnya mereka (perusahaan) sebelum melakukan kegiatan ini walaupun katanya sudah potong kerbau dan sebagainya, sebelum melakukan pembukaan itu mereka harus punya perjanjian tertulis,” ucap Mardiana dilokasi aktifitas tambang beberapa waktu lalu.
Adapun tanggapan Kepala Desa (Kades) Dorong, Andriyansun saat dikonfirmasi awak media angkat suara dan berharap ada respon dari pemerintah maupun pihak perusahaan menangapi keluhan warga.
Terkait dengan sekarang aktivitas itu kata Andriyansun, ia sebagai pemerintah desa prihatin karena pasti ada dampak, yang pertama itu soal lingkungan khususnya masalah pencemaran air.
“Sungai kami ini yang dari turun-temurun itu dikonsumsi oleh masyarakat, baik musim kemarau ataupun tidak musim kemarau sekarang enggak bisa lagi, sekarang boleh kita lihat hari ini bahwa kondisi air sungainya memang sangat-sangat terganggu dan tercemar akibat perusahaan,” ungkapnya.
Andriyansun yang sudah berada di desa Dorong selama 33 tahun dan belum lama memimpin pemerintahan desa Dorong ini juga merasakan dampak akibat aktivitas perusahaan tambang yang turut merusak ekosistem perkembangan ikan di sungai sudah berbeda dari awal mula. (tin).